RSS

Money Politic, Perampasan Hak

Money Politic, Perampasan Hak
Oleh Salwinsah
win14”Rasulullah SAW melaknat orang yang melakukan suap dan orang yang menerima suap serta orang yang menjadi perantara antara penyuap dan penerima suap.” (HR Ahmad). “Barangsiapa pada saat diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.” (UU No. 3 Tahun 1999 Pasal 73 Ayat 3).
Money Politic
Politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya dia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Secara hukum, praktik politik uang tegas dilarang, dan termasuk tindak pidana. Secara etika, politik uang merupakan sebuah praktik kotor, karena di situ ada hak orang yang dibeli dengan harga murah. Dalam perspektif HAM, praktik uang merupakan perampasan terhadap hak asasi seseorang untuk menentukan pilihannya secara mandiri sesuai nuraninya. Ada unsur pemaksaan secara halus di balik uang yang diberikan. Secara agama, politik uang juga dikecam, karena di situ ada praktik suap-menyuap. Dalam Islam misalnya disebutkan bahwa nabi melaknat keras orang yang menyuap dan menerima suap, dan dihukimi haram.
Money politic merupakan praktik kotor yang merusak pemilu, dan tentu saja merusak demokrasi sebagai bangunan yang ditopang oleh pemilu itu sendiri. Ia merupakan kejahatan dalam kehidupan berdemokrasi. Kejahatan yang dampaknya menyebar luas. Kejahatan yang menyuburkan mata rantai perilaku korup dan demoralisasi dalam kehidupan berpolitik. Politik yang dibangun dengan praktik kotor money politic akan selalu menghadirkan para politisi kotor yang hipokrit dan berpemikiran pragmatis.
Berpolitik adalah seni, tapi di sisi lain merupakan strategi pemenangan dalam sebuah pergulatan politik untuk meraup banyak suara dan simpati publik. Tidak heran, apa pun akan dilakukan untuk memenangkan peperangan ini. Segala sumber daya dikerahkan dan dikeluarkan, hingga uang pun turut ambil andil.
Pandangan Agama
Para ahli hukum Islam menegaskan bahwa salah satu ekspresi korupsi itu adalah perbuatan pidana yang disebut arrisywah. Abu al-Fadlal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim mengatakan bahwa kata arrisywah berasal dari kata arrisyaau yang bermakna tali yang dapat mengantarkan ember pada air. Arrisywah juga dimaknai sebagai hadiah. Ada juga yang memaknai cara sampai pada satu keperluan dengan berbagai rekayasa. Maka secara umum pengertian arrisywah adalah sesuatu berupa hadiah, komisi, pemberian, konsesi dan sebagainya yang diberikan oleh penyuap (arraasyii) yang mempertalikan antara dirinya dengan orang yang menerima suap (almurtasyii) dengan bantuan perantara (arraaisy) untuk merekayasa sesuatu dalam rangka memperoleh sesuatu yang disepakati antar mereka yang terlibat. Sesuatu yang diperoleh oleh penyuap bisa beberupa pekerjaan, barang, jabatan bahkan putusan pengadilan.
Politik uang jelas melanggar ajaran agama, karena pada hakekatnya memberikan sesuatu untuk memperoleh sesuatu secara tidak benar ini pantas dikelompokkan perbuatan arrisywah. Karena unsur-unsur yang terdapat dalam arrisywah ditemukan dalam tindakan politik uang. Unsur-unsur dimaksud mencakup adanya orang yang memberi dan menerima dan ada target yang diinginkan dari pemberian itu. Dengan demikian praktik politik uang dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dilaknat Allah dan Rasul-Nya.
Bahaya Money Politic
Semua agama membenci praktik politik uang yang sesungguhnya merupakan salah satu tindakan penyuapan yang meluluhlantakkan tata nilai dalam masyarakat yang sejatinya dipelihara dan dijunjung tinggi serta dijewantahkan. Karena itu politik uang sama dengan ‘virus’ yang menggerogoti dan melemahkan moral dan etos kerja masyarakat. ‘Virus’ politik uang yang membahayakan itu setidaknya terlihat dari tiga hal efek negatif yang ditimbulkannya. (Wawan Gunawan Abdul Wahid: 2012).
Pertama, politik uang memanjakan sekaligus berpotensi membuat masyarakat malas bekerja. Karena sembako, uang dan pemberian yang digelontorkan oleh seorang kontestan pemilu membuat masyarakat terbiasa menerima sesuatu tanpa kerja keras. Jika berlangsung dalam waktu lama dapat membuat sebagian anggota masyarakat terlatih dan terbiasakan dengan menerima pemberian secara gratis. Jika kondisi ini menjadi pemandangan umum di tengah masyarakat maka dapat membahayakan sendi-sendi kemandirian masyarakat, sekaligus akan lebih memiskinkan masyarakat yang sudah terjatuh dalam kemiskinan.
Kedua, politik uang menjadi pemicu pertama terjadinya lingkaran setan korupsi karena ketika seorang kontestan menginvestasikan jumlah tertentu untuk meraih kemenangannya, dia sudah berhitung untuk mendapatkan kembali uang yang diinvestasikannya itu selama dia bekerja sebagai wakil rakyat atau kepala daerah. Dari mana pengembalian uang itu diperoleh? Dari berbagai kasus korupsi yang mereka lakukan.
Investasi yang mereka bayarkan untuk menduduki jabatan penting itu dibayar dari penyunatan berbagai anggaran milik negara melalui penggelembungan anggaran, misalnya, ada juga dibantu pengusaha nakal yang tentu saja tidak gratis. Para pengusaha ini telah menyiapkan daftar permintaan konsesi berupa proyek yang diberikan kepada mereka yang biasa berakhir dengan hasil pembangunan proyek yang berharga mahal tapi berkualitas rendah. Praktik ini akan merendahkan nilai-nilai agama dan norma masyarakat.
Ketiga, politik uang akan melahirkan wakil rakyat atau pemimpin tidak sejati, karena mereka lahir dari hasil money politic yang tipe pemimpin didasari tidak memiliki kesejatian untuk memimpin. Ia memerlukan pencitraan yang berbiaya mahal. Pencitraan ini diperlukan untuk menyulap dirinya dari seorang yang biasa-biasa saja, menjadi ‘pantas’ sebagai wakil rakyat. Dari sisi etika HAM sekali lagi politik uang jelas memperlihatkan praktik ‘perampasan hak’. Karena politik uang yang dilakukan oleh seseorang mengakibatkan berpindahnya yang semestinya pantas untuk disandang oleh seseorang, tetapi beralih kepada orang yang bukan haknya! (Penulis Guru SMAN Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti Jambi).

 

Tinggalkan komentar