RSS

Tahun Baru, Pemimpin Baru

Tahun Baru, Pemimpin Baru
OLEH SALWINSAH
win18SENIN 4 November 2013 lalu, palu diketuk menandai dilantiknya Walikota dan Wakil Walikota Jambi terpilih, H. Syarif Fasha, ME dan Drs. H. Abdullah Sani, M. Pd. I, hasil Pemilukada 29 Juni 2013 lalu. Daftar Pemilih Tetap (DPT) waktu itu 415.068 jiwa, semua menaruh harapan besar terhadap perubahan Kota Jambi di tangan pemimpin barunya, hasil pilihan rakyat, bukan pilihan Mahkamah Konstitusi (MK).
Bersamaan kumandang azan Magrib terdengar petang harinya, tahun baru Islam 1 Muharram 1435 Hijriyah pun datang. Peristiwa hijrah dalam sejarah Islam telah memancarkan semangat membara dalam perjuangan menegakkan Islam sehingga menjadi agama yang besar, berwibawa, berharkat dan bermartabat, mampu menghantarkan penganutnya menjadi umat yang mampu sejajar dengan dunia internasional.
Sekarang hijrah, perpindahan dan harapan perubahan Kota Jambi ke arah yang lebih baik akan diawali. Mampukah nilai-nilai hijrah dalam sentuhan tangan pemimpin baru memancarkan sinar secemerlang kemajuan yang telah dicapai pemimpin-pemimpin masa lalu?
Tahun Hijriyah
Adalah seorang pemuda pemberani, Ali bin Abi Thalib, mengacungkan tangan mengajukan usul bahwa awal tahun Islam yang tepat, diambil dari peristiwa hijrah nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dari Mekah ke Madinah, menggugurkan usulan-usulan lain yang juga patut diperhitungkan. Rapat istimewa yang dipimpin langsung Umar bin Khattab, sebagai figur pimpinan Islam kala itu, berjalan alot, menegangkan penuh argumentasi, padat interupsi, akhirnya palupun diketok, “Setujuuu…!” sembari tepuk sorai menggema dalam gedung, mengangguk-anggukan kepala sebagai isyarat ide pemuda belia itu disepakati.
Lebih 14 abad silam, tatkala Islam telah maju, perkembangan kian pesat, penganutnya pun semakin melesat, namun sayang seribu sayang belum memiliki tahun sendiri. Padahal penetapan tahun Islam itu sangat penting, bukan hanya untuk kepentingan pemerintahan, administratif dan sebagainya, lebih dari itu sebagai satu pedoman, strategi dalam melancarkan perkembangan dan pembangunan Islam di masa-masa mendatang. Dengan pertimbangan itulah khalifah Umar bin Khatab merasa perlu memanggil staf pemerintahan dan para ahli dalam berbagai bidang untuk mengadakan pertemuan guna menetapkan tahun Islam. Rapat istimewa pun digelar dengan agenda tunggal penetapan tahun baru Islam.
Semua sepakat bahwa Islam harus punya kalender sendiri, namun bingung dari mana harus dimulai penanggalan tersebut. Usul demi usulan bermunculan. Ada yang berpendapat bahwa supaya dimulai dari hari kelahiran nabi Muhammad SAW sebagaimana tahun masehi dimulai dari hari lahirnya nabi Isa As. Ada yang menyarankan agar dihitung dari hari pertama Rasulullah SAW menerima wahyu di gua Hira. Ada pula yang mengusulkan ditetapkan dari hari wafatnya nabi Muhammad SAW, dan masih banyak lagi.
Dicelah-celah serunya perjalanan rapat, berdiri seorang pemuda dengan pancaran mata penuh semangat mohon izin turut bicara dan langsung mengajukan usul gemilang yang akhirnya menjadi kesepakatan bersama. Hijrah, usulan Ali bin Abi Thalib-lah yang menjadi pilihan bersama. Ya, akhirnya Islam telah memiliki kalender sendiri yang terkenal dengan nama Hijriyah.
Begitu besar hikmah yang terkandung dalam peristiwa hijrah itu, dari hidup yang penuh ancaman menuju hidup yang penuh ketentraman aman sentosa. Maka tidak ada seorangpun membantah jika awal tahun baru Islam itu dibukukan dari hari terjadinya peristiwa hijrah nabi Muhammad SAW dan para sahabat dari Mekah ke Madinah. Hijrah, memindahkan yang salah menjadi benar sebagaimana Umar bin Khattab berucap, “Peristiwa hijrah memisahkan antara hak dan bathil.”
Peristiwa hijrah telah memancarkan semangat membara untuk memperjuangkan dan menegakkan Islam sehingga menjadi agama yang besar, berwibawa dan mengangkat harkat, martabat penganutnya menjadi umat yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Hijrah Bersama Pemimpin Baru
Pesan-pesan Muharram menjadi penting dalam mengawali tahun baru Islam, ketika umat sadar dan mulai mempelajari kekeliruan masa lalu untuk membangun peradaban baru yang lebih bermoral dan bermartabat. Nilai moral seperti ini pun memberi harapan kepada masyarakat Kota Jambi, melalui pemimpin barunya, hasil pilihan sesuai dengan hati nurani, untuk melakukan hijrah (pindah) dari masa lalu yang masih banyak kekurangannya ke masa depan penuh harapan yang masih terbentang luas.
Hal penting adalah menghijrahkan mental spritual yang bersifat abstark, namun sangat mendukung demi kemajuan pembangunan Kota Jambi ke depan yaitu, hijrah mental, berupa pengendalian nafsu dari amarah (jahat) ke nafsu lawwamah (menegur diri sendiri sebelum ditegur orang lain dan Allah SWT) dan nafsu muthmainnah (segala perkara dikembalikan kepada-Nya, tidak memperturutkan hawa nafsu).
Menuju perubahan harus dilandasi dengan kesucian dan keikhlasan. Tanpa niat suci ‘tak akan memperoleh apa-apa. Manusia hanya mendapatkan kepuasan dunia yang sangat mudah datang dan pergi. Maka standar peneladanan nilai hijrah bersentral pada niat. Apabila seseorang berhijrah dengan niat yang benar maka ia akan meraih pahala yang setimpal dengan perbuatannya. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya setiap perbuatan itu dengan niat dan setiap manusia dihisab sesuai dengan niatnya. Maka siapa saja yang berhijrah karena Allah dan rasul-Nya maka ia benar-benar berhijrah demi Allah dan rasul-Nya.”
Ambil mutiara hikmah yang terkandung dalam peristiwa hijriyah ini dalam upaya memantapkan langkah, memanifestasikan niali-nilai kebenaran, keadilan dan kejujuran, sebagai momentum berharga untuk membangun Kota Jambi tercinta, di bawah pimpinan pasangan Fasya – Abdullah Sani (FAS nian), yang di pundak keduanya amanat rakyat ditaruhkan demi mencapai cita-cita, Kota Jambi lebih maju dan jaya.
Akhirnya selamat tinggal 1434 H, semoga puing-puing kezaliman yang terkandung dalam dirimu turut terkikis tak berbekas. Selamat datang 1435 H, semoga aroma harum semerbakmu selalu menyertai kami ‘tuk meraih berkah dan hidayah-Mu, menghantarkan Kota Jambi menjadi kota kebanggan bersama. “Selamat tahun baru, selamat memimpin pemimpin baruku.” (Salwinsah Guru SMAN Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti jambi)

 

Tinggalkan komentar