RSS

Aliran Maturidiyyah

ALIRAN MATURIDIYYAH

A. Pendahuluan
Maturidiyyah merupakan salah satu sekte Ahl al-Sunnah wal al-Jama’ah, yang tampil bersamaan dengan Asy’ariah. Maturidiyyah dan Asy’ariah dilahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran sama. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum rasionalis di mana yang berada di barisan paling depan adalah Mu’tazilah, maupun ekstrimitas kaum tektualis di mana yang berada di barisan paling depan adalah kaum Hanabilah (para pengikut Imam Ibnu Hambal). Maturidiyyah dan Asy’ariyah berusaha mengambil sikap tengah di antara kedua aliran ekstrim itu. Memberikan banyak sendi dan sarana bagi sikap hal yang menyangkut masalah cabang dan detailitas. Pada awalnya antara kedua aliran ini dipisahkan oleh jarak, aliran Asy’ariyah di Irak dan Syam (Suriah) kemudian meluas ke Mesir, sedangkan aliran Maturidiyyah di Samarkand dan di daerah-daerah di seberang sungai Oxus.
Kedua aliran ini bisa hidup dalam lingkungan yang kompleks dan membentuk satu mazhab. Namun jelas bahwa perbedaan sudut pandang mengenai masalah-masalah fiqih mendorong kedua aliran ini untuk berlomba membuat ijtihad-ijtihad baru. Orang-orang Hanafiah (para pengikut Hanafi) membentengi aliran Maturidiyyah, dan mereka kaitkan akarnya sampai pada Imam Abu Hanifah sendiri. Sementara itu para pengikut Imam al-Syafi’i dan Imam al-Malik mendukung kaum Asy’ariyah, dan mereka berjuang keras untuk menyebarkannya, sehingga aliran ini bisa meluas ke Andulusia dan Afrika Utara, yang segera menjadi akidah resmi bagi semua Ahl al-Sunnah wal al-Jama’ah bahwa persaingan antara kedua aliran ini tidak memberi ruang gerak kepada salah satu syeikh dari kalangan pengikut Abu Hanifah di Mesir, yakni al-Imam al-Tahawal (321H/933M) yang hidup semasa dengan al-Maturidi dan al-Asy’ari, yang juga merasakan kebutuhan yang dirasakan oleh kedua tokoh ini untuk menyatukan barisan, menghilangkan sebab-sebab yang membuat mereka bertikai dan mengambil sikap tengah antara kaum tektualis dan kaum rasionalis.
B. Pembahasan
1. Sejarah Timbulnya
Abu Mansur Al-Maturidi dilahirkan, sebuah kota kecil di daerah Samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang yang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 H. Ia wafat pada tahun 333 H/994 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi. Ia wafat pada tahun 268 H. Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil yang pemerintah tahun 232-274 H/847-861 M.
Aliran Maturidiyyah berdiri atas prakarsa al-Maturidi pada tahun pertama abad ke- 4 H. Nampak jelas bahwa kehidupan pendiri aliran ini tidak begitu dikenal. Para sejarawan tentang aliran dan generasi Islam setelah beliau wafat tidak menelitinya. Sebagai bukti Ibnu al-Nadim (379 H/987 M) yang wafat kira-kira setengah abad sesudah al-Maturidi tidak mengindahkannya, padahal ia tidak melupakan al-Asya’ari walaupun ia cenderung fanatik membela kaum Maturidiyyah. Ibnu Hazm tidak menguraikan tentang al-Maturidi, padahal ia memaparkan tentang Abu Hanifah. Al-Bagdadi pun, mengabaikannya. Ibnu Khaldu yang membicarakan tentang ilmu kalam dalam buku al-Muqaddimah, juga tidak menyebutkan para mutakallimin (teologi Islam) secara panjang lebar. Ia dilewatkan oleh para penulis tentang tokoh-tokoh aliran Hanafiah. Ia tidak punya murid dan pengikut seperti para tokoh cendekiawan beruntun yang diraih oleh al-Asy’ari. Ada pandangan yang kuat bahwa hubungan aliran Maturidiyyah dengan fiqih Hanafiah yang menyebabkan Abu Hanifah menonjolkan ciri khas teologi Islam, dan memperbesar porsi pengaitan sebagai buku dan risalah kepadanya, padahal tidak mustahil jika dalam hal itu aliran Maturidiyyah punya andil. Memang tidak semua teolog dari aliran Hanafiah seperti Najm al-Din al-Nasafi (537 H/1143 M) antusias mendukung Abu Mansur. Sebaliknya, para pengikut Abu Hanifah lainnya seperti Abu al-Muin al-Nasafi (503 H/ 114 M) justru antusias mendukung Abu Mansur.
Dalam sejarah, salah satu pengikut Maturidiyyah yang berpengaruh Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-439 H), yang mengenak ajaran-ajaran Maturidiyyah dari orang tuanya. Sebagaimana al-Baqillah dan al-Juwaini di kalangan Asy’ariyah, maka al-Bazdawi tidak pula selalu sepaham dengan al-Maturidi. Di antara kedua tokoh Maturidiyyah ini terdapat perbedaan paham, sehingga dalam aliran Maturidiyyah terdapat dua golongan, yakni; pertama, golongan Samarkand (pengikut Abu Musa al-Maturidi) yang mempunyai paham lebih dekat dengan paham Mu’tazilah; kedua, golongan Bukhara (pengikut Maturidiyyah versi al-Bazdawi) mempunyai pendapat yang lebih dekat kepada Asy’ariyah. Karir pendidikan al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Pemikiran-pemikiran beliau yang dituangkan dalam bentuk karya tulis, di antaranya ialah Kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur’an, Makhaz Asa-Syara’i, al-Jadl, Ushul fi Usul ad-Din, Maqalat fi ak-Ahkam Radd Awa’il al-Abdillah li al-Ka’bi, Radd al-Ushul al-Khamisah li Aby Muhammad al-Bahili, Radd al-Imamah li al-Ba’ad ar-Rawafid, dan Kitab Radd ‘ala al-Qaramatah.

2. Paham yang Mendekati Mu’tazilah
a. Perbuatan Tuhan
Mengenai perbuatan Tuhan Maturidiyyah pada umumnya sepaham dengan Mu’tazilah, yaitu perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Di dalam Al-Qu’ran pun jelas dikatakan bahwa tuhan tidaklah berbuat zalim.
b. Makna Sifat Tuhan
Mengenai makna sifat Tuhan Maturidiyyah cenderung mendekati paham Mu’tazilah, walaupun Tuhan mempunyai sifat Maturidiyyah cenderung dengan Asy’ariyah. Maturidiyyah berpendapat bahwa sifat Tuhan itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu Mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah. Bedanya, Maturidiyyah mengakui adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
c. Pengutusan Rasul
Mengenai pengutusan rasul di tengah-tengah umatnya secara umum Maturidiyyah sepaham dengan Mu’tazilah, yaitu Maturidiyyah berpendapat bahwa pengutusan rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.
d. Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan
Dalam memahami kehendak mutlak dan keadilan Tuhan Maturidiyyah terpisah menjadi dua, yaitu Maturidiyyah Samarkand, dan Maturidiyyah Bukhara. Perbedaan ini terletak porsi penggunaan akal dan pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak Tuhan. Maturidiyyah Samarkand mempunyai posisi sepaham dengan lebih dekat dengan Mu’tazilah, sedangkan Maturidiyyah Bukhara lebih dekat dengan Asy’ariyah. Maturidiyyah Samarkand berpendapat bahwa kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh keadilan-Nya. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. Oleh karena itu, Tuhan tidak akan memberi beban yang terlalu berat kepada manusia dan tidak sewenang-wenang dalam memberi hukum. Karena Tuhan tidak berbuat zalim. Tuhan akan memberikan upah atau hukuman kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.
e. Akal
Mengenai akal dalam mengetahui kebaikan dan keburukan, Maturidiyyah sepaham dengan Mu’tazilah. Maturidiyyah berpendapat bahwa akal dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu.
3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran dengan wahyu.
f. Kalam Tuhan
Kalam Tuhan bagi Maturidiyyah mempunyai kedudukan yang sama dengan Mu’tazilah. Maturidiyyah memandang bahwa Al-Qu’ran sebagai kalamullah yang tersusun dari huruf-huruf dan kata-kata. Al-Qur’an sebagai firman Tuhan bukan merupakan sifatnya, dan bukan pula dzatnya. Al-Qur’an sebagai firman Tuhan bukan sifat, tetapi perbuatan yang diciptakan Tuhan dan tidak bersifat kekal.

g. Perbuatan Manusia
Maturidiyyah Samarkand berpendapat sama dengan Mu’tazilah mengenai perbuatan manusia. Maturidiyyah Samarkand berpendapat bahwa kehendak dan daya berbuat pada diri manusia adalah kehendak dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya, bukan dalam arti kiasan’ Artinya adalah daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya.
3. Paham yang Mendekati Asy’ariyah
a. Perbuatan Manusia
Maturidiyyah Bukhara mengenai perbuatan manusia lebih dekat dengan Asy’ariyah. Maturidiyyah Bukhara berpendapat bahwa untuk perbuatan manusia diciptakan oleh Tuhan, sedangkan manusia tidak mempunyai efek untuk mewujudkannya. Tuhan menciptakan perbuatan untuk manusia dan menciptakan pula daya untuk melahirkan perbuatan tersebut. Jadi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan dan merupakan perolehan bagi manusia.
b. Akal dan Wahyu
Dalam pemikiran teologi, Maturidiyyah mendasarkan pada Al-Qu’ran dan Akal. Dalam hal ini, Maturidiyyah sama dengan Asy’ariyah. Namun porsi yang diberikan kepada akal lebih besar daripada yang diberikan oleh Asy’ariyah. Maturidiyyah berpendapat bahwa mengetahui Tuhan dan kewajiban pengetahuan Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui kedua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Tuhan melalui pengamatan dan pemikiran yang dalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya tuhan tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai tuhan berarti meninggalkan kewajiban yang diperintahkan ayat-ayat tersebut. Namun akal, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.
c. Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan
Maturidiyyah Bukhara sepaham dengan Asy’ariyah. Maturidiyyah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan. Ketidakadilan Tuhan harus dipahami dalam konteks kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan Maturidiyyah Bukhara berpendapat Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan alam dan isinya. Tuhan berbuat sekehendak-Nya sendiri. Ini berarti, bahwa alam tidak diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia atau dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan bukan diletakkan untuk kepentingan manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak.
d. Sifat Tuhan
Berkaitan dengan permasalahan sifat Tuhan, terdapat persamaan antara pemikiran Maturidiyyah dan Asy’ariyah. Maturidiyyah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar, dan sebagainya. Maturidiyyah memandang bahwa sifat Tuhan itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu Mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah.
e. Melihat Tuhan
Maturidiyyah sependapat dengan Asy’ariyah mengenai melihat Tuhan di akhirat nanti. Maturidiyyah berpendapat bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia. Tuhan dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan dapat terjadi manakala Tuhan sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bilamana ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihatnya.
f. Kalam Tuhan
Maturidiyyah sepaham dengan Asy’ariyah mengenai kalam Tuhan. Maturidiyyah berpendapat bahwa kalam tuhan tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Tuhan, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadits). Al-Qur’an dalam arti kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baharu (hadits). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dan bagaimana Tuhan bersifat dengannya tidak dapat kita ketahui, kecuali dengan suatu perantara.

C. Penutup
1. Kesimpulan
a. Maturidiyyah merupakan salah satu sekte Ahl al-Sunnah wal al-Jama’ah, yang berdiri bersamaan dengan Asy’ariyah. Aliran dilahirkan oleh suatu kondisi untuk memenuhi kebutuhan mendesak untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum rasionalis (Mu’tazilah), dan ekstrimitas kaum tektualis ( kaum Hanabilah, para pengikut Imam Ibnu Hambal).
b. Aliran Maturidiyyah berdiri atas prakarsa al-Maturidi pada tahun pertama abad ke- 4 H. Dalam sejarah, salah satu pengikut Maturidiyyah yang berpengaruh Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-439 H) tidak selalu sepaham dengan al-Maturidi, sehingga dalam aliran Maturidiyyah terdapat dua golongan, yakni; pertama, golongan Samarkand (pengikut Abu Musa al-Maturidi) yang mempunyai paham lebih dekat dengan paham Mu’tazilah; kedua, golongan Bukhara (pengikut Maturidiyyah versi al-Bazdawi) mempunyai pendapat yang lebih dekat kepada Asy’ariyah.
c. Perpecahan dalam aliran Maturidiyyah mempunyai dampak, dan menyebabkan paham-paham yang dihasilkan tidak berdiri sendiri, sehingga secara garis besar paham yang dihasilkan menjadi dua kelompok, yaitu paham yang dipengaruhi oleh cara berpikir Mu’tazilah, dan paham yang dipengaruhi oleh cara berpikur Asy’ariyah.
2. Saran
Penulis mengakui makalah ini jauh dari kesempurnaan, dan hal ini lebih disebabkan oleh kekurangan referensi yang dimiliki oleh penulis, maka untuk itu penulis mengharapkan kritik yang membangun untuk perbaikan makalah ini pada masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

AR. Gibb, et.al, (1960), The Encylopedia of Islam Vol V, EJ. Brill: Leiden.
Hamid, Jalal Muhammad Abu, (1975), Nasy’ah Al-Asy’ariyyah wa Thathawwuruh, Dar Al-Kitab Al-Lubhany: Beirut.
Hye, Abdul, (1963), Ash’arims A History of Muslim Philosophy, Wiebaden: Otto Horas Sowits.
Madkour, Ibrahim, (2004), Fi al-Falsafah al-Islamiyyah Manhaj wa Tatbiqub al-Juz’al Sani, Terj. Yudian Wahyudi Asmin, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta:Bumi Aksara.
Maraghi, Musthafa, (1974), Al-fath Al-Mubin fi tabaqat Al-Ushulliyyin jilid I, An-Nasyr Muhammad Amin wa Syirkah.
Nasution, Harun, (1972), Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta:UI Press.
Qasim, Muhammad,(1973), Dirasat Al-Falsafah Al-Islamiyah, Dar Al-Ma’arif, Mesir.
Rozak Abdul, dan Anwar, Rosihan, (Ilmu Kalam, Bandung:Pustaka Setia.

Yusuf, M.Yunan , (1990), Alam Pikiran Islam:Pemikiran Kalam, Jakarta:Perkasa.

Zahrah, Muhammad Abu, (1996), Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam,Terj. Abdul Rahman dan Ahmad Qarib,Jakarta:Logos.

 

1 responses to “Aliran Maturidiyyah

  1. MichaelNob

    28 Februari 2018 at 11:00 pm

     

Tinggalkan komentar