RSS

Bercocok Tanam Via Seks

Bercocok Tanam Via Seks
Oleh Salwinsah*
win2AHAA… Yakin, pembaca lebih memilih judul ini untuk dinikmati ketimbang yang lain. Bahkan rela meninggalkan pekerjaan dan aktivitas yang mestinya diburu, menghitung ’sen’ sekalipun. Karena sudah jadi fitrah, manusia tidak bisa terlepas dari seks. Namun perlu tuntunan sehingga seks bisa tetap dinikmati seseorang tanpa harus merugikan pihak lain.
Salah satu tujuan nikah adalah menghalalkan hubungan intim (jima’) dan termasuk ibadah yang sangat dianjurkan agama. Rasulullah Saw bersabda, “Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita? ”Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.”
Hubungan intim, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi sesuai dengan petunjuk Rasulullah memiliki tiga tujuan; memelihara keturunan dan keberlangsungan umat manusia, mengeluarkan cairan yang bila mendekam di dalam tubuh akan berbahaya; dan meraih kenikmatan yang dianugerahkan Tuhan.
Ulama Salaf mengajarkan, “Seseorang hendaknya menjaga tiga hal pada dirinya; Jangan sampai tidak berjalan kaki, agar jika suatu saat harus melakukannya tidak akan mengalami kesulitan; jangan sampai tidak makan, agar usus tidak menyempit; dan jangan sampai meninggalkan hubungan seks, karena air sumur saja bila tidak digunakan akan kering sendiri.”
Muhammad Zakariya berucap, “Barangsiapa yang tidak bersetubuh dalam waktu lama, kekuatan organ tubuhnya akan melemah, syarafnya akan menegang dan pembuluh darahnya akan tersumbat. Saya juga melihat orang yang sengaja tidak melakukan jima’ dengan niat membujang, tubuhnya menjadi dingin dan wajahnya muram.”
Manfaat bersetubuh dalam pernikahan, menurut Ibnu Qayyim, adalah terjaganya pandangan mata dan kesucian diri serta hati dari perbuatan haram. Jima’ juga bermanfaat terhadap kesehatan psikis pelakunya, melalui kenikmatan tiada tara yang dihasilkannya.
Puncak kenikmatan bersetubuh tersebut dinamakan orgasme atau faragh. Meski tidak semua hubungan seks pasti berujung faragh, tetapi upaya optimal pencapaian faragh yang adil hukumnya wajib. Yang dimaksud faragh yang adil adalah orgasme yang bisa dirasakan oleh kedua belah pihak, yakni suami dan istri. Mengapa wajib? Karena faragh bersama merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai tujuan pernikahan yakni ketentraman (sakinah), cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Ketidakpuasan salah satu pihak dalam jima’, jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan mendatangkan mudharat yang lebih besar, yakni perselingkuhan.
Bagi kaum laki-laki, tanda tercapainya faragh sangat jelas yakni ketika jima’ sudah mencapai fase ejakulasi atau keluar mani. Namun tidak demikian halnya dengan kaum hawa’ yang kebanyakan bertipe “terlambat panas”, bahkan “tidak mudah panas” atau ektrimnya “tak panas-panas”. Untuk itulah diperlukan berbagai strategi mempercepatnya.
Salah satu strategi terpenting pencapaian faragh adalah pendahuluan atau pemanasan yang dalam bahasa “Kumpe” disebut foreplay (isti’adah). Pemanasan yang cukup dan akurat, menurut para pakar seksologi, akan mempercepat wanita mencapai faragh. Karena dianggap amat penting, pemanasan sebelum berjima’ juga diperintahkan Rasulullah Saw, “Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” Rasulullah Saw, diceritakan dalam Sunan Abu Dawud, mencium bibir Aisyah dan mengulum lidahnya. Dua hadits tersebut sekaligus mendudukkan ciuman antar suami istri sebagai sebuah kesunahan sebelum berjima’. Ketika Jabir menikahi seorang janda, Rasulullah bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis sehingga kalian bisa saling bercanda ria? …yang dapat saling mengigit bibir denganmu.”
Selain ciuman dan rayuan, unsur penting lain dalam isti’adah adalah sentuhan mesra. Bagi pasangan suami istri, seluruh bagian tubuh adalah obyek yang halal untuk disentuh, termasuk kemaluan. Terlebih jika dimaksudkan sebagai penyemangat jima’. Syaikh Nashirudin Al-Albani: “Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat dan meraba seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluan. Karena kemaluan merupakan bagian tubuh yang boleh dinikmati dalam bercumbu, tentu boleh pula dilihat dan diraba.” Diambil dari pandangan Imam Malik dan ulama lainnya.
Berkat kebesaran Tuhan, setiap bagian tubuh manusia memiliki kepekaan dan rasa yang berbeda saat disentuh atau dipandangi. Maka, untuk menambah kualitas jima’, suami istri diperbolehkan pula menanggalkan seluruh pakaiannya. Dari Aisyah Ra, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana…” Diperbolehkan bagi pasangan suami istri yang tengah berjima’ untuk mendesah. Karena desahan adalah bagian dari meningkatkan gairah. Imam As-Suyuthi meriwayatkan, ada seorang qadhi yang menggauli istrinya. Tiba-tiba sang istri meliuk dan mendesah. Sang qadhi pun menegurnya. Namun tatkala keesokan harinya sang qadhi ‘mendatangi’ istrinya ia justru berkata, “Mak Supi, kau buatlah macam kemaren tu yo.”
Satu hal lagi yang menambah kenikmatan dalam hubungan intim suami istri, yaitu posisi bersetubuh. Kebetulan Islam sendiri memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada pemeluknya untuk mencoba berbagai variasi posisi dalam berhubungan seks. Satu-satunya ketentuan yang diatur syariat hanyalah, semua posisi seks itu tetap dilakukan pada satu jalan, yaitu “farji”. Bukan yang lainnya. Allah Swt berfirman, “Istri-istrimu adalah tempat bercocok tanammu, datangilah ia dari arah manapun yang kalian kehendaki.” (Al-Baqarah: 223).
Terkait dengan ayat di atas Imam Nawawi menjelaskan, “Ayat tersebut menunjukan diperbolehkannya menyetubuhi wanita dari depan atau belakang, dengan cara menindih atau bertelungkup. Adapun menyetubuhi melalui dubur tidak diperbolehkan, karena itu bukan lokasi bercocok tanam.” Bercocok tanam yang dimaksud adalah berketurunan. Sedangkan dubur tempat ngebor gas beracun, ha ha ha…
Demikianlah, Islam, sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, lagi-lagi terbukti memiliki ajaran yang sangat lengkap dan seksama dalam membimbing umatnya mengarungi samudera kehidupan. Semua sisi dan potensi kehidupan dikupas tuntas serta memberi tuntunan yang detail, agar umatnya bisa tetap bersyariat seraya menjalani fitrah kemanusiannya. Luar Biasa…! (*Salwinsah Guru SMAN Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti Jambi)

 

Tinggalkan komentar