RSS

Pemenang Sejati Adalah Mengakui Kekalahan

Pemenang Sejati Adalah Mengakui Kekalahan
Oleh Salwinsah*
win15PERHELATAN akbar lima tahunan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Jambi digelar 29 Juni 2013 ini. Nasib semua pasangan calon, (1) dr. H. R. Bambang Priyanto dan Yeri Muthalib, SE, MBA, (2) M. Sum Indra, SE, MMSI dan dr. H. Maulana, MKM, (3) H. Syarif Fasha, ME dan Drs. H. Abdullah sani, M. Pd. I dan nomor urut (4) Effendi Hatta, SE dan Drs. H. Asnawi AB, MM, berada di tangan 415.068 masyarakat Kota Jambi yang berhak memilih. Pertanyaannya siapkah para kandidat menerima kekalahan?
Adalah normal, pahit terasa jika didera kekalahan. Tapi jika diresapi lebih mendalam ia akan berbuah manis. Orang yang memaknai kekalahan sebagai bentuk kegagalan, inilah kepahitan. Namun memaknai kegagalan sebagai bentuk kemenangan yang tertunda, ada harapan akan berbuah manis.
Kalah dalam suatu kompetisi adalah hal yang biasa. Tapi kekalahan sejati adalah ketika tidak mampu bangkit dari kekalahan, tidak mau mencoba untuk berbenah diri dan melanjutkan perjuangan. Inilah makna dari kekalahan yang sebenarnya. Jika hal ini sudah menggerogoti pikiran dan jiwa, maka kita tinggal menunggu kekalahan selanjutnya. Semua tergantung sikap dan mentalitas dalam menyikapinya. Kalau kekalahan memicu kemarahan, membawa keputusasaan, selain menghancurkan citra sendiri, juga merusak tatanan sosial dan akan menuai kekalahan lebih parah lagi.
Tamsil ini hanya mengingatkan kita bahwa kekalahan bukanlah akhir segala-galanya, tapi itu adalah awal menuju sebuah kesuksesan. Tidak ada orang yang ingin kalah, tapi kalau memang kita harus kalah, terimalah itu dengan lapang dada dan berjiwa besar. Karena hakekat menang atau kalah itu Sunnatullah. Sama halnya ada kaya dan miskin. Kekalahan atau kemenangan merupakan perguliran waktu di antara manusia.
Kekalahan akan melahirkan kemenangan, jika selalu disikapi dengan pikiran waras dan lego lilo. Al Gore saja saat kalah melawan George Bush Jr pada Pilpres AS, dengan penuh kearifan berucap “Kekalahan dan kemenangan adalah jalan untuk memuliakan jiwa kita.”
Walau disadari dalam kompetisi itu tujuannya untuk menang, tetapi bukan dalam bentuk konsep harus menang. Konsep menang kalah sama-sama terhormat yang selalu ditandatangani peserta sebelum pelaksanaan pilkada, hal ini hendaknya bukan hanya di atas kertas, tetapi juga dalam pelaksanaannya. Konflik dalam pilkada sangat tergantung dari perilaku dan tindak tanduk elite, yang menjadi figur panutan di mata rakyat pendukungnya. Mereka harus menerapkan etika berpolitik santun, satya wacana dan jujur dalam menyikapi komitmen bersama. Figur sportif yang berjiwa besar dalam menyikapi hasil penghitungan suara, diharapkan mampu menjadi magnet bagi rakyat untuk lebih berpartisipasi dalam pelaksanaan pilkada berikutnya.
Setiap pasangan calon kepala daerah, saat mengadakan deklarasi damai, selalu menyatakan siap kalah dan menang. Mereka selanjutnya bergandengan tangan, berpelukan dan menegaskan siap menerima kekalahan dan kemenangan dengan lapang dada. Siapa pun yang terpilih dan dipilih rakyat harus dihargai.
Dengan kata lain, walaupun tidak dipilih dalam kontestasi pilkada, kebersamaan dan semangat perjuangan dalam membangun daerah harus terus ditunjukkan. Jangan ada yang menunjukkan kekecewaan dalam bentuk-bentuk anarkisme, destruktif, merusak ketertiban umum, apa lagi menghancurkan fasilitas publik.
Pilkada secara esensi berupaya mewujudkan suara rakyat. Tentunya, siapa pun yang terpilih sebagai kepala daerah, harus mengemban amanah rakyat dengan penuh tanggung jawab. Apabila ada pasangan calon yang tidak menang, harus diartikan rakyat sesungguhnya belum memberi kesempatan kepadanya. Dalam demokrasi, ada semangat untuk menghargai serta menjunjung tinggi kepentingan rakyat seutuhnya. Di sana juga ada nilai-nilai suci yang memang tidak bisa diukur dengan uang, apalagi ditakar dengan banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam proses pilkada.
Menyikapi Kekalahan
Beberapa cara positif yang bisa dilakukan untuk menerima sebuah kekalahan untuk mencapai sebuah kemenangan.
(1) Ketika kita mengalami kekalahan, maka hal yang seharusnya dilakukan adalah mengakui kelebihan lawan. Ini adalah wujud dari jiwa besar yang kita miliki. Akuilah bahwa memang lawan lebih baik dari kita. Tidak mudah memang. Tapi kalau mau jujur dengan diri sendiri maka semua akan menjadi mudah. Kenapa orang lain bisa menang dan kita kalah, itu adalah tanggung jawab kita bukan tanggung jawab orang lain.
(2) Orang yang banyak memberikan alasan adalah orang yang tidak bisa menerima kekalahan dengan jiwa yang besar. Berbagai alasan yang mereka utarakan hanya untuk menutupi kekurangan yang mereka punya. Hal ini tentu bukanlah mental yang dimiliki seorang pemimpin, karena mental pemimpin tidak akan punya pemikiran semacam itu. Jika diri kita masih suka mencari alasan dan suka mengambinghitamkan orang lain, maka kemenangan tidak akan kita raih, kalaupun menang, itu hanya kemenangan yang semu.
(3) Hal terpenting dalam hidup ini saat menerima kekalahan adalah dengan melakukan evaluasi diri. Evaluasi ini bisa di lakukan dengan banyak hal. Misalnya dengan merenung (introspeksi diri), meminta masukan, menerima kritik dan saran dari orang lain. Evaluasi diri ini akan menjadikan kita lebih peka terhadap kelemahan diri dan selalu berupaya untuk memperbaiki kelemahan tersebut.
(4) Ada kalanya kita melihat orang yang mengalami kekalahan cenderung memiliki kecemasan dan ketakutan. Kecemasan dan ketakutan inilah yang membuat mereka tidak berani mengambil risiko untuk yang ke dua kalinya atau seterusnya. Tentu hal ini bukanlah mental para pemenang. Para pemenang sesungguhnya tidak akan pernah berhenti berjuang meskipun kekalahan demi kekalahan terus dialami. Namun ia tidak pernah menyerah dan yakin akan mencapai sebuah kemenangan.
Pemenang sejati sesungguhnya adalah berjiwa besar mengakui kekalahan dan berhati lapang menerima kemenangan orang lain! (Penulis adalah Guru SMAN Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti Jambi)

 

Tinggalkan komentar