RSS

Tafakur, Menuju Ketentraman Jiwa

Tafakur, Menuju Ketentraman Jiwa
OLEH SALWINSAH,S.AG
ALLAH SWT tidak akan memberi apa yang kita harapkan. Dia hanya memberi apa yang kita perlukan. Kita merasa sedih dan perih bahkan kecewa dan terluka. Namun di balik perasaan duka itu, sesungguhnya Allah SWT tengah merajut sesuatu yang terindah hanya untuk kita.
Dalam menjalani hidup kita akan bertemu dengan hal-hal baru dengan dua sisi yang berbeda, baik atau buruk, untung atau rugi. Jika yang dihadapi itu keburukan dan mendatangkan kerugian, solusinya juga dua, bisa diatasi atau tidak. Andai tidak, disinilah awal datangnya keresahan jiwa.
Masalah yang selalu ditemui manusia selama dia masih menghirup udara segar di dunia ini, berkisar tentang kesehatan, keuangan, keluarga dan karir. Dan ia hadir silih berganti tak henti-hentinya dari dulu, sekarang dan besok. Maka suatu kewajiban bagi kita mencari jalan keluar terbaik, berusaha (ikhtiar), berdo’a (ibadah) dan pasrah atau ikhlas (tawakkal) akan hasil usaha yang telah dilakukan. Karena Allah SWT tidak akan memberikan suatu beban atau ujian di luar sesanggupan kita. Maka tujuan hidup meraih ketenangan, kesabaran dan ketentraman pun seyogyanya selalu ada dalam jiwa kita.
Tetapi menghadirkan ketentraman jiwa tidak segampang menulis sebuah puisi cinta di kertas putih. Di samping sulit dan perlu kesabaran tadi, masalah-masalah hidup yang datang dan pergi silih berganti, pun selalu membayangi ketenangan yang sedang dicari. Tujuan hidup tidak untuk menghindar dari masalah, tetapi bagaimana merajut benang-benang kusut untuk ditenun menjadi kain yang indah, dan akhirnya menjadi perhiasan di badan. Sungguh unik kehidupan manusia, seunik jiwa yang melekat di raganya.
Semua perilaku manusia hakekatnya disetir oleh jiwa. Tapi jiwa mempunyai banyak anggota (tentara) diantaranya hati, ruh, akal dan kehendak. Itulah sesungguhnya modal manusia untuk menata hidupnya di dunia. Tapi keberanekaan jiwa itulah, membuat manusia sulit menentukan arah hidupnya.
Nabi Muhammad SAW menjelaskan peran hati dalam hidup manusia sebagai aspek penentu hakekat kemanusiaan adalah segumpal darah (mudghah), yang disebut qalb (hati). ‘Gumpalan itulah yang menjadi penentu kesalehan dan kejahatan jasad manusia.’ (HR. Bukhari). ‘Karena begitu menentukannya fungsi hati itulah, Allah SWT hanya melihat hati manusia dan tidak melihat penampilan dan hartanya.’ (HR. Ahmad ibn Hanbal).
Tafakur
Maka tafakur hadir menawarkan diri untuk membantu menghantarkan kita menuju ketentraman jiwa yang diidam-idamkan setiap orang. Dengan tafakur akan mampu meningkatkan keyakinan dan kepercayaan kepada Allah SWT berdasarkan akal pikiran dan perasaan hati nurani dalam bentuk melihat, merenung, menganalisa dan meyakini secara pasti untuk menambahkan keyakinan terhadap sesuatu yang berhubungan dengan Sang Khalik.
Tafakur berarti berpikir, merenungkan alam ciptaan-Nya dan sebagainya, sehingga timbul kekaguman atas ciptaan-Nya itu dalam upaya mendekatkan diri kepada-Nya. Agama memerintahkan agar seluruh tubuh membiasakan untuk mengingat Allah SWT, karena setiap gerak tubuh dan tarikan nafas akan membawa hawa ketauhidan bersama oksigen yang dihirup untuk disebarkan ke seluruh sel yang ada dalam tubuh. Selalu mengingat Allah SWT dalam keadaan lapang dan sempit secara terus-menerus, melatih pikiran untuk mengendalikan hawa nafsu, amarah dan meningkatkan kecerdasan emosional agar mampu membawa rasa hati menjadi berbudi pekerti.
Dengan melakukan tafakur secara teratur dan terus-menerus, kita dapat menjadikan prosesi perenungan sebagai sarana untuk mendapatkan solusi dari persoalan kehidupan yang tidak berkesudahan sepanjang hayat. Di sana akan terjadi sebuah pola interaksi antara diri dan energi ketuhanan yang masuk ke dalam jiwa yang akan mampu mengingat Allah SWT, mengenal diri pribadi dan menyadarkan bahwa kita adalah ciptaan Allah SWT, dan kita tidak ada apa-apanya di dihadapan-Nya.
Selain mengatur kehidupan di bumi (sebagai khalifah), kita juga dituntut untuk selalu berzikir kepada Allah SWT. Dan itu merupakan suatu kewajiban kalau ingin didaulat sebagai hamba yang taat. Allah SWT berfirman, “Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (Al-Baqarah: 152). Firman-Nya yang lain, “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu berbaring.” (An-Nisa: 103).
Kita diperintahkan untuk senantiasa mengingat Allah SWT lantaran hubungan antara manusia dengan Allah SWT itu, tidaklah sesederhana seperti hubungan manusia dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitar. Hubungan manusia dengan Allah SWT diibaratkan sebagai sebuah hubungan antara Pencipta dengan barang yang diciptakannya. Manusia adalah hasil ciptaan Allah SWT dan tetap menjadi milik-Nya selama-lamanya, baik di dunia maupun di akhirat. Dan Allah SWT berkuasa atas segalanya.
Menyadari, Allah SWT sebagai Sang Pencipta adalah sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena seorang manusia terikat oleh aturan-aturan yang dibuat oleh Allah SWT, yang disampaikan melalui Rasulullah SAW dan termaktub dalam ajaran Islam yang dianut banyak manusia.
Jika selalu ingat akan Allah SWT, ketentraman jiwa pun akan selalu menyerta. Kesadaran kian meningkat bahwa hidup di dunia bersifat sementara dan sangat sebentar. Dunia hanya sebagai penghantar untuk hidup kekal di alam akhirat. Kehidupan di dunia sangat menentukan kondisi hidup di akhirat kelak. Jika kita sudah dapat mengaplikasikan kerangka pikiran seperti di atas maka kita pun mampu membuat rencana pekerjaan, aktivitas dan kegiatan lainnya dalam kehidupan ini. Secara otomatis pula kita akan menemukan cara akurat bagaimana memecahkan persoalan yang selalu timbul dalam bahtera kehidupan dan menjadikannya sebagai sumber yang memiliki energi kekayaan tak terbatas. Dengan ketersediaan fasilitas yang indah seperti ini kita akan selalu diselimuti dengan pikiran yang tenang, berbalut jiwa penuh kesabaran dan akhirnya menuai rasa tentram yang tiada tara. Wallahu a’lam bissawab. (Penulis Guru SMA Negeri Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti Jambi)

 

Tinggalkan komentar