RSS

Anak, Cahaya Mata Keluarga

Anak, Cahaya Mata Keluarga

Ketika sepasang suami istri menjalankan biduk rumah tangga, maka harapan utama mereka adalah melahirkan keturunan sebagai penerus generasi. Harapan mereka, anak yang dilahirkan akan menjadi anak yang shaleh dan shalehah memenuhi cita-cita kedua orang tuanya dan bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, negara dan agama. Anak diharapkan menjadi ”cahaya mata” dalam keluarga. Namun seperti apa gambaran ”cahaya mata” ini, sebenarnya tergantung dari bagaimana orang tua membentuk dan mengarahkan. Apakah perlakuan orang tua terhadap anak sebagai ”cahaya mata” telah tepat?

Allah SWT berfirman: “Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

Ayat ini menggambarkan salah satu sifat dari hamba Allah yang sholeh, yaitu mereka yang bermohon kepada Allah agar istri dan anak-anaknya menjadi penyenang hati atau sesuatu yang menggembirakan.

Anak sebagai penyenang hati ini tidak bermakna anak yang cakep, ganteng atau cantik fisik, sehat dan lain-lain. Tetapi anak yang taat. Imam Hasan Al-bashri menyatakan: ‘Tidak ada sesuatu yang menyenangkan mata seorang muslim, selain melihat anak-anak, cucu-cucu dan saudara-saudaranya taat pada Allah SWT.

Jadi anak sebagai “qurrata aini” bagi orangtuanya adalah anak yang mengenal siapa penciptanya, yang mengetahui apa yang dititahkan Penciptanya itu kepadanya, yang mengenal Rasulullah SAW sebagai panutan (uswah hasanah) baginya dan yang rela mentaati kedua orangtuanya.

Seringkali kasih sayang yang berlebih menyebabkan orangtua memanjakan anak, bagaimana dengan fenomena ini?

Anak adalah amanah yang harus dijaga, dipelihara, dibina untuk menjadi manusia hamba Allah yang taat kepada-Nya, menjalankan tugas sebagai khalifah Allah di dunia. Tugas untuk menjadikan anak sebagai khalifah fil ardl ini diserahkan pada orangtua. Maka, perlakuan orangtua kepada anaknya harus disesuaikan dengan tujuan di atas. Mereka (orangtua) akan memelihara fisik anaknya, jiwanya, akalnya, mendidik, dan mengarahkan anak-anaknya untuk menjadi khalifah fil ardi. Untuk mewujudkan hal ini orangtua harus bersikap disiplin, tangungjawab, Orangtua tidak boleh diatur oleh keinginan anak. Tetapi orang tua harus tegas dalam mencapai tujuannya.

Gambaran kasih sayang pada anak saat ini dengan memenuhi semua yang diinginkan anaknya tanpa melihat bermanfaat atau tidak, bisa menumbuhkan sifat yang tidak baik pada anak. Semua keinginannya harus dipenuhi. Hal yang seperti ini bukan bentuk kasih sayang yang hakiki.

Apakah memberi kebebasan bagi anak (khususnya usia dini) untuk bergerak, berbuat dan berperilaku adalah sikap yang tepat bagi perkembangan anak?

Dalam masa tumbuh kembang anak, ia memerlukan suasana dan fasilitas yang mendukung. Butuh rangsangan, bimbingan dan arahan. Tumbuh kembang anak tentu saja tidak hanya dimaknai dengan pertumbuhan fisiknya saja, melainkan juga mentalnya. Atau dengan kata lain pertumbuhan kepribadiannya yang mencakup daya fikir (akal) dan keinginan-keinginannya. Jika ditilik dari sisi perkembangan fisik, dan kemampuan motorik anak misalnya: tangan untuk menulis, memegang sesuatu, atau melempar dan kaki untuk berjalan, untuk berlari, tentu harus diberikan rangsangan dengan berbagai fasilitas yang mendukung sesuai usia tumbuh kembangnya, dan biarkan ia bebas untuk melakukannya. Tetapi bila gerak motorik tangannya digunakan untuk memukul anak lain atau tangannya digunakan menendang orang lain, tentu saja kita tidak boleh membiarkannya. Kita harus arahkan untuk gerak motoriknya itu pada fungsi yang seharusnya.

Bolehkah kasih sayang dicurahkan dalam bentuk memberikan hadiah-hadiah mainan atau fasilitas yang bermacam-macam bagi anak?

Boleh saja, Tetapi ini hanya salah bentuk wujud kasih sayang. Tapi tidak harus begitu, bisa saja bentuknya dengan ucapan perhatian, ungkapan syukur, kata selamat, dsb. Jangan dibiasakan memberikannya suatu barang, sehingga menjadi tuntutan yang wajib dipenuhi. Kalaupun ingin memberikan sesuatu haruslah sesuai dengan proses pendidikan yang sedang dijalankan.

Bagaimana bentuk kasih sayang yang sesungguhnya bagi anak? Kasih sayang pada anak dimulai dari dalam kandungan. Ibu memelihara dan merawat janin, melahirkan, menyusui dan mengasuh dengan kasih sayang yang tulus. Ayah, menafkahi dengan makanan yang halal dan thoyyib. Begitupun dengan pemeliharaan kesehatan dan jaminan keamanan hidup anak akan diupayakan sekuat tenaga oleh orangtua. Semuanya dalam rangka memenuhi hak-hak anak.

Bagaimana Islam memberi arahan kepada orangtua tentang bagaimana memperlakukan anak?

Pertama, Anak adalah amanah, jadikan anak sebagai qurrata ‘aini, keturunan yang ta’at pada Allah SWT. Orangtua harus memelihara fitrah insaninya dalam memelihara dan mendidik anak mereka. Kalau fitrah cinta pada anak itu terpelihara, dapat dipastikan orangtua akan mengorbankan apapun untuk kelangsungan hidup anak-anak mereka.

Kedua, pandanglah anak sebagai asset pahala bagi orangtua di hari kiyamat. Asuhan dan didikan orangtua pada anak mereka, menjadi tabir api neraka, baik karena kesabaran mereka saat mendidik maupun sabar saat ditinggalkan anak mereka.

Ketiga, pandanglah anak sebagai asset generasi masa depan. Dengan hal ini orangtua akan berupaya menjamin kelestarian hidup anak-anak mereka, karena mereka asset generasi penerus perjuangan kaum muslimin. Pewaris kepemimpinan umat yang berkualitas, yang diridloi Allah SWT dan mampu memimpin manusia dengan warna kepemimpinan yang sesuai dengan risalah yang dibawa Rasulullah.

Siapa yang paling berperan dalam mengenalkan dan mengajarkan kasih sayang pada anak?

Yang paling berperan adalah ibunya. Karena dalam Islam, ibu berperan sebagai Ummu, maksudnya penanggung jawab utama anak. Ibu yang memeluknya pertama kali, menyusuinya, mendekapnya. Kasih sayang ibu adalah pelajaran pertama bagi anak untuk mengasihi sesama.

Dan akhirnya ternyata Anak adalah amanah, aset pahala, aset generasi. Untuk itulah Islam menjamin pemenuhan hak-hak anak yang pelaksananya adalah ibu, ayah, setiap orang tua, masyarakat dan negara. Wallahu a’lam bish-shawab… (Admin)

 

Tinggalkan komentar