RSS

Palu MK, Patah

Palu MK, Patah
Oleh Salwinsah
LUKAH Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap ikan kakap. Tangkapan termahal setelah lembaga antikorupsi ini diresmikan operasionalnya. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat final dan mengikat, tidak ada upaya apapun untuk merevisi apalagi membatalkan apa yang telah diputuskan. Tanpa diduga ternyata ada acara suap-suapan di sana. Harapan besar masyarakat dari ketukan palu yang tidak mengenal proses banding itu, sebagai benteng pertahanan terakhir dari penegak hukum, kini di mata masyarakat benar-benar kelam.
“Saatnya masyarakat mencaci-maki MK, sebagaimana saya sedang membenci MK,” ujar Mahfud MD, matan Ketua MK. “Penjara sudah tidak muat lagi, sudah penuh. Sepantasnya dihukum mati,” Jimly Asshiddiqie mantan Ketua MK sebelumnya, juga menimpali. Tidak terbendung tanggapan keras dan kasar dari masyarakat dari berbagai kalangan menggema di mana-mana. Bahkan sebagaian media asing pun tidak terelekkan mewartakannya.
Euforia kemenangan rakyat bersuka cita atas keberhasilan KPK dengan ‘lukah gilo’nya, rasa miris pun menyerta, lantaran amanah rakyat ternodai oleh lembaga tinggi negara yang lain.
MK yang dulu selalu dielu-elukan sebagai salah satu lembaga terbersih kini tersandung, jatuh dan terpuruk. Sang ketua (non aktif), AM disergap KPK saat menerima uang miliaran rupiah yang diduga suap penanganan sengketa pilkada di Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Pilkada Lebak, Banten.
Bagi beberapa kalangan, MK dianggap sebagai lembaga setengah dewa karena bertugas tanpa pengawasan. Sejatinya, Komisi Yudisial (KY) berhak melakukan pengawasan itu. Namun, saat kepemimpinan Jimly Asshiddiqie pada 2006 lalu, MK memangkas kewenangan itu setelah menerima sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. MK menyatakan KY tak lagi berwenang mengawasi hakim agung dan hakim konstitusi.
Kedudukan strategis hakim MK berjumlah sembilan orang memiliki kewenangan yang luar biasa. Sayangnya kewenangan dahsyat itu tidak disertai dengan mekanisme kontrol yang akurat. Padalah semua sadar bahwa mereka yang menjabat hakim MK masih golongan manusia, tempatnya khilaf dan salah, bukan golongan malaikat.
Ketua KY Suparman Marzuki saat menyampaikan kuliah umum pada Pekan Konstitusi VI di Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, 10 September 2013 lalu menjelaskan bahwa sesungguhnya pengawasan atau kontrol itu adalah mekanisme normal, positif dan konstitusional dalam negara hukum dan negara demokratis agar kekuasaan politik atau kekuasaan hukum tidak menyimpang atau disalahgunakan baik secara sengaja, tidak sengaja atau karena kelalaian. Karena itu disediakan norma dan institusi pengujian, kontrol atau verifikasi.
Kontrol atau verifikasi itu tidak dibuat untuk memusuhi atau anti pada pembuat undang-undang, hakim atau pengadilan. Justru menjaga martabat dan kehormatan hakim dan pengadilan itu sendiri yang tujuannya agar kekuasaan penegakan hukum selalu dijalankan dengan baik dan benar agar terwujud kepastian hukum dan keadilan secara yuridis, sosial dan moral mendapat penilaian dan penerimaan yang dipercaya. Tujuan lebih mendasar adalah “membuat rakyat bahagai hidup dalam rumah negara hukum Indonesia”.
Rendahnya kepercayaan terhadap kondisi obyektif pengadilan kita terhadap proses dan keputusan pengadilan bukanlah tanpa alasan. Mereka mengklaim bahwa proses dan putusan pengadilan tidak adil, walaupun sesungguhnya terdapat proses dan pengadilan yang jujur, adil, independen, imparsial dan bertanggungjawab oleh hakim-hakim yang memiliki kehormatan dan martabat diri. Namun yang demikian jadi terabaikan. Kondisi ini merupakan masalah terbesar dalam negara hukum, tetapi upaya yang dilakukan tidak sebesar kesadaran dan keprihatinan yang kita miliki.
Langkah-langkah sosial, hukum dan politik yang dilakukan negara sebagai penanggungjawab utama membangun peradilan yang dipercaya dilakukan secara sporadis dan reaktif. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan negara kita tidak pernah sungguh-sungguh mau membangun negara hukum. Belum lagi menghadapi ulah para brandal hukum yang menentang setiap upaya pembenahan menuju tertib penegakan hukum. Datangnya resistensi untuk membangun tertib bernegara hukum justru datang dari aparat penegak hukum itu sendiri. Karena sebagaimana situasi dis order di bidang apapun, selalu ada keuntungan sosial dan ekonomi ‘haram’ yang mereka dapatkan dari situasi dis order itu. Tidak menjadi rahasia lagi, preman, copet, oknum aparat penegak hukum akan memperoleh ‘uang gelap’ dengan mudah dalam situasi yang tidak tertib.
Dengan adanya kasus AM, semua pihak menyakini lembaga peradilan tinggi itu seharusnya diawasi oleh pihak eksternal. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun langsung menyiapkan Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu) yang akan memuat pengawasan eksternal bagi MK. Pengawasan itu rencananya bakal diberikan kembali pada KY. Ketua KY Suparman Marzuki menyatakan siap kalau nanti mandat itu diberikan pada KY untuk melakukan pengawasan terhadap MK, “Kami siap melakukannya.” Ujarnya.
Pengawasan itu berlaku untuk tindakan di dalam dan di luar sidang. Jadi perilaku murni. Yang dijaga adalah etika agar hakim-hakim itu tetap dalam koridor sebagai hakim yang menjaga penuh prinsip etika di dalam sidang maupun di luar sidang.
Dilansir dari jpnn.com (07/10), pasca penangkapan AM oleh KPK (2/10) lalu, membuat kepercayaan publik terhadap MK merosot drastis. Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) hanya 28 persen masyarakat Indonesia yang masih percaya MK. Sementara mayoritas publik, 66,5 persen, tidak percaya pada lembaga tersebut. Peneliti LSI Ade Mulyana mengatakan kondisi ini adalah kali pertama kepercayaan terhadap MK berada pada titik nadir, tepat 10 tahun setelah lembaga ini didirikan pada 2003 silam. Padahal, sebelum terjadinya ’malapetaka’ AM kepercayaan masyarakat terhadap MK di tahun-tahun sebelumnya rata-rata selalu berada di atas 60 persen.
Penyelewengan jabatan sebagai amanah rakyat, diperguanakan untuk meraup kekayaan, dilengkapi upaya pembuktian keperkasaan seorang lelaki walau dengan cara tak sewajarnya, itulah petaka kehidupan. Kejadian itu membuat palu MK rapuh dan akhirnya, patah. Mungkinkah palu itu bisa perkasa seperti semula? Kita tunggu saja. (07/10) (Salwinsah adalah Pembina Sosialisasi 4 Pilar dan Guru SMAN Titian Teras Jambi).

 

Tinggalkan komentar