RSS

Amanah, Nasibmu Kini

Amanah, Nasibmu Kini
Oleh Salwinsah
win1AMANAH berasal dari kata amina ya’manu amaanan wa amaanah, yang berarti ithmi’nan (tenang) dan tidak takut. Karena amanah itu menunjukkan tsiqah (kepercayaan) dan tsiqah itu merupakan ketenangan. Secara bahasa amanah bermakna al-wafa’ (memenuhi atau menyampaikan) dan wadi’ah (titipan) sedangkan menurut istilah, amanah berarti memenuhi apa yang dititipkannya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS An Nisa : 58)
Menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, amanah adalah sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang berhak memilikinya. Dari pengertian-pengertian di atas maka amanah adalah menyampaikan semua hak kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak mengurangi hak orang lain, berupa apapun.
Amanah dan Tanggungjawab
Orang-orang ‘pilihan’ sebagai penentu masa depan bangsa selalu terlibat dengan masalah amanah, karena di dalamnya menyimpan ribuan misteri (baca: rahasia) dalam menjalankan tugas dan wewenang yang diawali dengan sumpah janji di bawah kitab suci, yang harus dipertanggungjawabkan.
Sesungguhnya amanah tidak bisa terlepas dari tanggungjawab. Amanah dan tanggungjawab bagaikan sosok Adam dan Hawa, kumbang dan bunga atau air dan belanga. Dua sisi yang saling terikat, tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Itulah amanah, sangat mudah diucapkan tapi sangat sulit diimplementasikan. Jangankan dilakukan, menjaganya pun terkadang orang tidak mampu.
Amanah merupakan faktor utama untuk menciptakan kesejahteraan bangsa, sebab dengan sikap amanah semua komponen bangsa akan berlaku jujur, bertanggungjawab dan disiplin dalam setiap pekerjaannya. Menjamurnya prilaku korupsi, monopoli dan oligapoli dalam berbagai jabatan dan lapangan kerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, hilangnya rasa kepercayaan, timbulnya saling mencurigai, hingga tumbuh mental hipokrit, apriori terhadap tugas dan kewajiban dan sifat-sifat tercela sefamili dengan itu adalah sebagai akibat telah hilangnya amanah.
Menjaga amanah merupakan salah satu bagian dari iman. Sungguh dipertanyakan iman seseorang apabila dia tidak bisa menjaga amanah yang diberikan kepadanya. “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS Al-Mu’minun : 8). Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ciri-ciri orang munafik ada tiga, “Apabila bicara dia berdusta, apabila berjanji dia ingkar, apabila dipercaya mengkhianati.” Hal ini menandakan betapa pentingnya menjaga amanah. Setiap amanah yang dipercayakan, apapun bentuknya (harta, tahta, jabatan, rahasia) kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Pemimpin yang Amanah
Rakyat telah rindu dengan seorang pemimpin yang amanah, dipercaya dan disukai oleh semua golongan. Sebab, pemimpin atau pejabat yang amanah pasti tidak akan pernah membuat kebijakan kecuali selalu mengedepankan kemaslahatan dan kepentingan rakyatnya. Paradigma kepemimpinan sejati adalah “Sayyidu’l qaum khaadimuhum”, artinya pemimpin kaum adalah pelayan mereka, yang tidak akan pernah berpikir untuk korupsi dan kolusi serta memperkaya diri sendiri dengan menghalalkan segala cara, membiarkan rakyatnya hidup dalam kemiskinan dan serba kekurangan. Karena ia menyadari sepenuh hati bahwa amanah pasti ada mas’uliyah (tanggungjawab), baik di hadapan rakyatnya terlebih lagi di hadapan Khaliknya.
Sejarah membuktikan kepemimpinan generasi sahabat adalah pemimpin yang benar-benar memegang amanah, sosok pemimpin yang tidak mengharapkan sesuatupun dari jabatannya, tidak meraup harta dan imbalan apapun. Sungguh sangat kontradiktif dengan pemimpin dan pejabat kita sekarang, masih jauh dari konsep pemerintah yang bersih (clean goverment) sehingga menjadikan bangsa ini selalu terpuruk dalam segala bidang kompetisi dunia dari ekonomi, sosial, politik, budaya hingga moralitas.
Sampai saat ini belum terlihat jelas bukti konkrit jika mereka benar-benar telah menjalankan amanah, sudah siap mewakili ribuan bahkan jutaan penduduk untuk menyampaikan aspirasi rakyat, sebagaimana janji yang diumbar-umbar saat berkampanye. Realitanya, rakyat miskin masih ada dimana-mana, busung lapar, sekolah roboh, jalan berlubang tidak bisa dilewati, penggusuran tanpa solusi dan sebagainya bahkan korupsi masih merajalela yang justru dipelopori oleh orang-orang pintar yang menduduki jabatan tinggi hingga terendah diberbagai lembaga dan instansi pemerintah yang mengatasnamakan rakyat. Seharusnya sadar bahwa saat ini mereka sedang memikul beban yang sangat berat, beban yang jauh lebih berat dari gunung, bumi bahkan langit. Tetapi mengapa amanah itu dihempaskan dengan begitu saja?
Sungguh miris jika orang masih menjadikan amanah sebagai barang dagangan yang dibungkus rapi untuk menggapai suatu jabatan, tanpa ada upaya untuk mempertanggungjawabankan di hadapan Sang Pencipta, yang kelak akan membalas semua yang dilakukannya.
Amanah merupakan suatu wewenang yang di percayakan kepada seorang terhadap sebuah jabatan. Sebagian orang beranggapan bahwa sebuah jabatan itu menyenangkan, dan sebagian juga ada yang mengira menjadi sebuah kesengsaraan. Bahkan ada yang mengatakan “Jabatan bukanlah hal yang luar biasa, tapi tanggungjawabnyalah yang sangat luar biasa.” Semua memang tetap kembali kepada diri kita masing-masing.
Kalau dibilang menyenangkan, tunggu dulu, amanah akan dipertanggungjawabkan di hadapan manusia, bahkan di hadapan Allah SWT, yang tidak akan bisa diputar-balikkan faktanya. Semua file akan diputar di hadapan kita tanpa ada tercecer sedikitpun, dan semua akan menjadi saksi terhadap apa yang telah kita lakukan selama di dunia.
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunug, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS Al Ahzab : 73). Rasulullah SAW bersabda, “Jika amanah diselewengkan, maka tunggulah masa kehancurannya.” Wallahu a’lam bishshawab. (Penulis adalah Guru SMAN Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti Jambi).

 

Tinggalkan komentar