RSS

Pendidikan tidak Jadi Korban Politik (Suatu Harapan)

Pendidikan tidak Jadi Korban Politik (Suatu Harapan) (Suatu Harapan)

By : SALWINSAH, S.Ag                     

BELAJAR merupakan suatu proses pendewasaan diri. Kedewasaan seseorang tidak dilihat dari perubahan fisik semata, melainkan ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan pola pikir dari suatu aktivitas keseharian. Perubahan ini sangat memungkinkan seseorang dapat menyikapi lingkungan sekitar.

Proses belajar mengajar dapat berlangsung sengaja atau tidak sengaja. Belajar yang disengaja berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran, yang dalam istilah selalu disebut Proses Belajar Mengajar atau kata lain Proses Pembelajaran. Di luar itu dinamakanlah belajar yang tidak disengaja.

Proses Pembelajaran adalah suatu kegiatan dari guru ke siswa yang berlangsung dalam kelas. Dimana kegiatan ini diharapkan adanya pembangkitan minat atau motivasi. Hal ini diyakini agar kegiatan optimal belajar dipusatkan kepada siswa sehingga apa yang terjadi menjadi bermakna dan berdaya guna.

Hakekat belajar adalah aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Dengan belajar maka tingkah laku akan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jiwa, fisik dan dipengaruhi oleh ilmu dan pengalaman hidup yang  diperoleh.

Sementara hakikat mengajar adalah membantu  peserta didik (siswa) memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya dan cara-cara belajar bagaimana belajar. Semua itu adalah bagian dari unsur-unsur yang terjadi dalam dunia pendidikan.

             Pendidikan merupakan persiapan bagi generasi muda dalam mencapai kecakapan dan kesadaran, ketika kelak mereka harus bertugas sebagai penunaian kewajiban hidup. Melalui pendidikan suatu bangsa menyalurkan warisan kultural dan intelektualnya kepada generasi pengganti. Lewat pendidikan pula kebudayaan menjatidirikan dirinya sebagai hal terpenting dalam hidup.

            Pendidikan adalah suatu proses berkesinambungan, tak henti-hentinya sampai kapanpun. Melalui proses itulah latihan mental, phisik, dan moral diberikan kepada anak-anak dengan tujuan membentuk manusia yang berguna, cakap melaksanakan tugas sebagai  kewajiban, bijak mengambil keputusan sebagai haknya. Karena masyarakat, bangsa dan negara sangat merindukan anak-anak manusia jenis ini.

            Pendidikan merupakan wadah pembentukan tabiat, dengan cara menanamkan kebiasaan atau penghayatan yang membawa kepada sifat atau kesadaran tertentu, yaitu dengan menyuruh dan mengarahkan untuk mengerjakan perbuatan tertentu berulang kali, sehingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan inilah yang akan membentuk sifat. Dan kebulatan sifat-sifat akan membentuk kepribadian aslinya.

            Anak adalah tunas bangsa yang masih hijau, dan kelak ia akan menjadi dewasa yang tampil sebagai tulang punggung keluarga bahkan bangsa, negara dan agama. Tidak boleh tidak mereka harus memiliki pondasi yang kokoh, dan kepadanya harus diberikan bekal akhlak yang luhur, berkepribadian yang tinggi, ilmu pengatahuan yang luas sehingga mampu menyandang predikat sebagai manusia berguna.

            Berhati-hatilah kepada anak sebagai amanah Tuhan yang dititipkan kepada kedua orangtuanya. Sesungguhnya orangtua bertanggung jawab terhadap baik atau buruknya pendidikan yang diberikan. Mendidik memang harus selaras dengan cita-cita orangtua, sebab orangtua adalah lambang pendidikan yang primer. Sudah barang tentu dalam mencapai cita-cita ini, orangtua hanya berperan sebagai pemengaruh terhadap perkembangan anak sehari-hari.

Orangtua sebagai pendidik harus bergaul akrab dengan anak, yang saat-saat tertentu berperan sebagai orangtua, teman atau guru, sembari mengontrol agar perkembangan si anak selalu mengarah kepada kebaikan. Karena “Setiap anak yang dilahirkan bagai kertas putih tanpa secercah noda pun ada di sana. Orangtualah menentukan warna dan corak pada kertas itu apakah akan diberi warna merah, hijau, kuning dengan variasi-variasi lainnya.” Sangat tergantung kepada kedua orangtua.

            Pendidikan berarti menanamkan bibit kepribadian dan benih-benih akhlak yang luhur kepada jiwa si anak, menyiraminya dengan air petunjuk dan memupuknya dengan nasehat yang baik sehingga akarnya tertancap kokoh dalam lubuk dasar hatinya yang terdalam. Kelak dapat membuahkan hasil yang berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, agama bangsa dan negara. Pendidikan cara itu sudah dilakukan oleh setiap orangtua di rumah.

Namun ternyata semua orangtua tanpa kecuali tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan putra-putrinya melalui pendidikan di rumah tangga masing-masing. Mereka pun akhirnya menitipkan anak-anak ke sekolah, dan pihak sekolah menyambut dengan baik. Yang penting pengawasan terhadap anak jangan terabaikan.

Bayangkan betapa suci dan mulianya pendidikan itu. Semua guru di sekolah manapun akan mengajak anak didiknya dekat kepada agama, membimbing dengan tertatih-tatih agar berakhlak yang santun, berbudi pekerti yang luhur. Tak pernah terdengar kata “bosan” yang keluar dari mulut seorang guru untuk membekali ilmu pengetahuan, memberi keteladanan, menumbuhkan kepercayaan diri dan kebebasan dalam berkarya kepada murid-muridnya yang beraneka ragam latar belakang, sosial, ekonomi, budaya, emosional, agama dan lain sebagainya. Tanpa pernah membeda-bedakan antara satu sama lainnya. Begitulah guru.

Sudah menjadi kodrat, guru berusaha untuk menjadi teladan yang baik bagi orang sekitarnya, menjaga tutur kata yang santun, prilaku terpuji dan kesederhanaan di tengah gelombang hiruk-pikuk dan tajamnya perputaran roda kehidupan. Menjadi pohon rindang, menenduhkan siapapun bernaung di bawahnya, bagaiakan lentera yang menerangi kepekatan malam. Demi cita-cita muridnya.

Kembali kepada anak. Pengalaman anak yang ia peroleh dalam keluarga, di sekolah dan lingkungan masyarakat akan tetap melekat dalam jiwanya sehingga hal itu akan melekat menjadi watak dan kepribadiannya yang tidak mudah terhapuskan. Terutama setelah anak menginjak masa pubertas, maka tugas orangtua dan guru harus berhati-hati karena suatu tindakan yang terlanjur salah akan membekas dan mempengaruhi perkembangan kejiwaannya.

Begitu tugas dan kewajiban orangtua dalam mendidik anak, maka tidak kurang beratnya tugas guru-guru di sekolah, dimana mereka dituntut untuk mengenal sedikit demi sedikit faktor psychologis serta watak yang dibawanya dari keluarganya masing-masing.

Di samping dari kedua pihak (rumah dan sekolah) maka pertanggungan jawab atas pendidikan anak juga terpikul di pundak masyarakat dan lingkungannya, sebab anak adalah anggota yang menentukan format masyarakat dimana ia hidup dan berdomusili.

Kehidupan generasi muda merupakan cerminan kehidupan rumah tangga, sekolah dan masyarakatanya (trilogi pendidikan) yang berfungsi sebagai penanggung jawab pendididkannya. Ketiga-tiganya merupakan faktor penentu dalam mencapai terciptanya bangsa yang cerdas, berwibawa dan bermartabat sebagaimana yang dicita-citakan bersama.

            Kenyamanan tempat dan manajemen sekolah juga memegang andil besar untuk tercapainya tujuan pendidikan. Keharmonisan pergaulan siswa terhadap guru, guru terhadap sesama guru dan kepala sekolah kiranya selalu selaras. Itu bisa tercapai jika bisa menempatkankan porsinya masing-masing. Guru ya, guru, kepala sekolah ya, kepala sekolah tentunya yang telah berkompeten. Telah kita bina puluhan tahun keserasian itu, jangan sampai terusik dengan masuknya unsur “politik” dalam dunia pendidikan kita. Politik dan pendidikan bagaimanapun tidak bisa dicampur aduk. Jika itu terjadi kekhawatiran di kalangan kami sebagai guru, pun muncul. Akankah tercapai tujuan suci pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa? Sementara elemen-elemennya tidak tersusun berdasar formatnya?   

            Kewibawaan kita sebagai guru selalu diuji. “Ingat saudara-saudaraku, guru sejati akan lebih tau meletakkan diri dimana porsi sesungguhnya.” SEMOGA…!

 

Tinggalkan komentar