RSS

Kasih Yang Terusik (Dilema “Kekerasan” Guru)

Kasih Yang Terusik (Dilema “Kekerasan” Guru)
Oleh Salwinsah
win8HARAPAN terbesar orang tua adalah ingin memiliki anak yang shaleh, sopan, pandai bergaul, pintar dan sukses . Tetapi harapan besar ini jangan sampai menjadi tinggal harapan saja. Bagaimana mewujudkan harapan tersebut, itulah yang paling utama.
Saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak sejak dini. Orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam membimbing dan mendampingi anak dalam kehidupan kesehariannya. Sudah merupakan kewajiban orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat memancing keluar potensi anak, kecerdasan dan rasa percaya diri.
Para orang tua diharapkan dapat melakukan semua itu dengan niat yang tulus untuk menciptakan generasi yang mempunyai moral yang luhur dan wawasan yang tinggi serta semangat pantang menyerah dengan penuh rasa cinta.
Karena dari rasa cinta akan mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat. Hal ini merupakan modal besar dalam pendidikan. Setiap kejadian yang terjadi, baik di rumah ataupun di sekolah hendaklah dicatat dengan baik sehingga ketika ada hal yang janggal pada anak, bisa dijadikan bahan evaluasi sejauh mana perubahan yang dialami oleh anak, baik sifat yang positif dan negatifnya, sehingga di dalam penentuan langkah berikutnya bisa berkaca dari catatan yang telah dibuat.
Orangtua dan guru merupakan satu tim dalam upaya mensukseskan pendidikan. Secara otomatis langsung atau tidak, keduanya perlu menjalin hubungan baik. Kenyataan tidak bisa dipungkiri bahwa sebagaian anak-anak hari ini ternyata lebih banyak menghabiskan waktu mereka bersama para guru daripada dengan orangtua. Kedengarannya mungkin agak mengganjal, tapi memang begitulah kenyataannya. Ketika orangtua pulang dari tempat bekerja, anak-anak juga baru tiba dari mengikuti kegiatan luar sekolah. Hanya tersisa waktu beberapa jam untuk makan malam bersama, menyelesaikan pekerjaan rumah, nonton atau menghadiri acara tertentu yang direncanakan. Setelah itu semuanya tidur.
Memang benar semua kegiatan sehari-hari yang dilakukan orangtua adalah penting. Dan memang banyak orangtua yang bisa menggunakan waktu dengan baik bersama anak ketika makan malam bersama, membantu mengerjakan tugas sekolah di rumah, dan saat mengantar anak ke sekolah. Tapi perlu diingat, pada waktu yang sama ada orang lain yang juga mengajari, mempengaruhi dan bersenang-senang dengan anak-anak kita selama beberapa jam. Guru, itu sapaan untuk mereka.
Anak-anak umumnya bisa melakukan tugas-tugas mereka dengan baik ketika di sekolah. Sebagian di antaranya bahkan mungkin lebih mudah mempercayai guru mereka. Untuk itu perlu kiranya setiap orangtua mengetahui dengan baik sosok guru yang mengajar anak-anaknya. Hal ini penting karena dalam pendidikan sekolah, orangtua dan guru harus menjadi satu tim yang solid.
Jika orangtua dan guru bisa saling mengenal dan mempercayai, maka anak-anak tidak akan membantah atau menyalahkan salah satu dari mereka, ketika anak-anak itu malas atau menghindar dari tugas-tugasnya. Ketidaksepahaman yang kadang terjadi di antara orang tua dan guru yang nota benenya masalah kecil tidak akan berkembang menjadi besar, dan bahkan masalah besar bisa diselesaikan dengan baik penuh rasa kekeluargaan.
Mereka yang mau bekerja menjadi guru, biasanya adalah orang-orang yang mencintai proses pembelajaran. Jangan mudah termakan pendapat negatif mengenai sang guru, termasuk yang didengar dari anak sendiri. Ingatlah bahwa setiap orang memberikan reaksi berbeda satu dengan yang lain. Teman baik kita mungkin tidak menyukai seseorang yang kita anggap hebat. Dan anak kita mungkin perlu sedikit waktu untuk menyesuaikan diri dengan gaya mengajar guru barunya.
Guru juga manusia biasa, yang kadang mengalami hari dan waktu yang buruk. Kadang kehidupan pribadinya dilanda krisis dan masalah, dan bisa jadi mereka tidak bisa mengatasinya dengan baik, lalu berimbas kepada anak diaplikasikan dengan membentak-bentak, marah dan akhirnya melakukan “kekerasan”. Semoga saja semua itu masih dalam ranah kasih sayang. Dengan ketidaksepahaman tadi, kasih sayang yang sebelumnya terjalin erat, jadi terusik.
Puluhan tahun, dengan puluhan guru yang pernah mengajari kita, dengan berbagai watak dan tabiatnya, tak seorangpun berniat menjerumuskan. Sama dengan guru-guru anak kita, mereka adalah penghantar masa depan, sebagaimana mereka menjadikan kita bisa seperti sekarang. Cukup kiranya bagi kita untuk menilai, siapa guru itu.
Orang tidak tahu dan tidak ingin tahu keluh kesah guru, harapan mereka, apa yang sedang dialami mereka. Orang hanya tahu guru itu mengajar. Guru tetap berdiri di depan kelas , apakah ruang itu ber-AC, sejuk dan nyaman atau di ruang belajar yang atapnya bocor diintip sinar terik matahari di siang bolong atau terpercik air tat kala hujan, di gedung yang hampir ambruk atau bangunan sekolah yang bertengger di lahan persengketaan. Persetan semua itu, guru tetap mengajar.
Tidak memperdulikan full atau minimnya fasilitas sarana dan prasarana, mengajar dan mendidik adalah nomor satu. Mengajar dan mendidik adalah jiwa mereka. Seperti halnya roh yang tidak akan terlepas dari raga. Merekalah insan-insan yang mampu menepis anggapan bahwa uang dan material adalah segala-galanya.
Ombak krisis multi dimensi, moral dan pendidikan di negeri ini terus melanda. Tentulah keteladanan figur seorang guru sangat dibutuhkan. Guru takkan pernah mengeluh dan berputus asa. Karena guru adalah guru, yang tak pernah lelah mengajar dan menidik sepanjang zaman tanpa peduli dunia akan terbalik sekalipun. Itulah naluri suci sebagai guru sejati. Jika khilaf mari kita kembali ke tempat semula agar benang kusut bisa terurai.
Kalaulah jalinan orangtua dan guru sudah harmonis, saling bekerja sama, saling mengerti, saling berbagi rasa, duh, akan indahnya dunia pendidikan ini. (Salwinsah Guru SMAN Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti Jambi)

 

Tinggalkan komentar