RSS

Halal Bi Halal, Pembersih Dosa

Halal Bi Halal, Pembersih Dosa
Oleh Salwinsah*
win6HALAL bi halal merupakan istilah yang hanya ada di Indonesia dan memakai bahasa Arab. Maka mengartikan halal bi halal digunakan pendekatan bahasa Indonesia dan Arab. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, halal bi halal berarti acara maaf-maafan pada hari lebaran, sehingga mengandung unsur silaturahmi. Sedangkan dalam bahasa Arab, halal bi halal berasal dari kata halla atau halala yang mempunyai banyak arti sesuai dengan konteks kalimatnya antara lain penyelesaian problem (kesulitan), meluruskan benang kusut, mencairkan yang beku atau melepaskan ikatan yang membelenggu. Penelusuran dari kedua bahasa ini maka halal bi halal artinya kegiatan saling bermaafan atas kesalahan dan kekhilafan dalam suasana lebaran melalui silaturahmi, sehingga dapat mengubah hubungan sesama manusia dari benci menjadi senang, sombong menjadi rendah hati, ternoda menjadi terbebas dari dosa.
Halal bi halal merupakan media yang efektif untuk merajut kembali hubungan yang membeku dengan cara saling memaafkan dan menyadari kekhilafan masing-masing.
Adalah tepat pada acara halal bi halal semua orang mengucapkan mohon maaf lahir batin, lantaran lahiriah semua orang bisa memaafkan namun secara batiniah kemungkinan masih tersisa dendam yang menusuk hati. Orang yang seperti ini biasanya secara lahir telah memaafkan ditandai dengan berjabat tangan, namun secara batin belum sepenuhnya.
Dalam acara halal bi halal juga dibangun komitmen bersama untuk melepaskan diri dari segala perbuatan yang haram, untuk selanjutnya menanamkan niat untuk melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi orang lain. Suasana penuh nuansa religius, kekeluargaan dan keterbukaan membuat semua orang yang hadir tidak memiliki lagi beban psikologis tertentu. Ketika itulah komunikasi sehat akan terbangun dengan baik dan pada gilirannya muncul keinginan untuk saling membantu karena telah merasa satu keluarga.
Setidaknya ada tiga ketercapaian yang ingin diraih dari halal bi halal ini. Pertama, memaafkan (‘afw). Kata ‘afw banyak ditemukan dalam al-Qur’an, dan sebagian besar di antaranya berkenaan dengan Allah SWT. Bahwa Dia memang Maha Pemaaf, betapa pun besar kesalahan yang dilakukan hamba-Nya, asal mau bertaubat, menyadari kesalahan dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
Adapun yang berkenaan dengan manusia terdapat dalam surah al-Baqarah: 237, “Memaafkan itu dekat sekali kepada takwa”. Sejalan dengan ayat tersebut, surah an-Nisa: 149 menjelaskan, ”Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa”. Ayat ini menjelaskan bahwa tindakan memaafkan memang ditujukan pada kesalahan seseorang. Memaafkan dalam konteks ini bermakna, menghapuskan kesalahan sehingga hilang dalam pemikiran seseorang. Jika seseorang mampu berbuat demikian, maka ia telah bersifat pemaaf dan perkasa, hal ini sejalan dengan sifat Allah SWT sebagaimana tersurat pada ujung ayat tersebut. Memang, hanya seseorang yang perkasalah yang mampu memaafkan atau menghapuskan kesalahan orang lain dari memorinya.
Kedua, menghabiskan kesalahan (safh). Safh berarti ‘lembaran’ maksudnya memberikan lembaran baru yang bersih untuk diisi. Bila suatu kesalahan hanya dihapus dari atas kertas misalnya, maka masih tertinggal noda di kertas tersebut. Tentu saja yang lebih baik adalah mengganti kertas dengan yang baru dan bersih. Berdasarkan kata ini, maka terambil kata safhah, yang berarti muka. Hal ini mengisyaratkan, bahwa antara mereka yang bersalah perlu berhadapan untuk saling memperlihatkan muka yang jernih. Berdasarkan kata ini pula ditemukan kata mushafahah, yang bermakna mereka yang saling bersalaman itu perlu berjabat tangan.
Ketiga, mengampuni (maghfirah). Maghfirah secara harfiyah bermakna melindungi dari segala yang mengganggu. Dilihat dari arti harfiyahnya menunjukkan bahwa pelakunya aktif. Dalam al-Qur’an, di samping kesalahan dimaafkan dan lembaran baru dibuka, orang yang bersangkutan juga diberi oleh Allah SWT anugerah kebajikan yaitu nikmat dan surga. Sifat ini kebanyakan adalah monopoli Allah SWT. Tapi ada ungkapan yang berkenaan dengan manusia, kata mengampuni seperti dalam surah as-Syura: 43, ”Barangsiapa yang sabar dan mengampuni, itulah kebajikan yang paling utama”.
Namun tradisi halal bi halal tidak jarang terjadi hanya formalitas belaka. Bersalam-salaman, tetapi hati masih mendongkol, mengucapkan kata-kata maaf, tetapi bermuka masam. Seandainya sudah terlaksana proses pemaafan, itu saja belum cukup, karena ada tingkat kedua yang lebih sulit, yaitu menghapus kesalahan manusia dari dalam file pikiran, sehingga tidak terdeteksi lagi. Dalam konteks ini, ada baiknya mengingat ucapan orang bijak, “Mendendam itu menggelisahkan, memaafkan membuat tentram”.
Karena itu Halal bi halal, tidak dimaksudkan sebagai ajang makan-makan saja, karena perut yang penuh dapat menutup pikiran. Agama justru menganjurkan kaum muslimin untuk puasa Sawal (enam hari), Senin-Kamis dan puasa Daud dan puasa-puasa sunah lainnya.
Setelah digembleng selama sebulan dalam puasa Ramadhan, umat Islam seharusnya dapat menyatakan ikrar akan meningkatkan kepedulian kepada sesama, kerja keras untuk membangun agama, bangsa dan negara, supaya agama, bangsa dan negara ini memiliki peradaban yang mulia, patut untuk dibanggakan.
Akhirnya pesan universal dalam halal bi halal agar selalu berbuat baik, memaafkan kesalahan orang lain dan sarana untuk saling berlomba-lomba dalam kebaikan sehingga tetap menjadi warna terindah bagi masyarakat muslim Indonesia. Terlepas dari makna sebenarnya kegiatan halal bi halal tergantung pada niat orang yang menggelarnya dan perspektif setiap masyarakat dari kacamata mana ia memandang. Yang penting ada upaya untuk berusaha memperbaiki diri ke arah yang lebih baik. Karena Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang hari ini sama seperti hari kemarin, maka ia merugi. Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia pandai. Barangsiapa yang hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka ia terlaknat” (HR. Baihaqi). (*Penulis Guru SMAN Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti Jambi)

 

Tinggalkan komentar