RSS

Pergaulan Bebas Identik dengan Modernisme?

Pergaulan Bebas Identik dengan Modernisme?

TIDAK bisa dipungkiri arus pergaulan bebas dalam masyarakat sangat sulit dibendung. Banyak sudah remaja bahkan anak-anak muda terjerumus dalam pergaulan tidak sehat ini. Mereka lupa atau tidak sadar bahwa hal itu bisa menyebabkan masa depan terancam, pupus di tengah jalan.
Kondisi ini juga mempengaruhi pada ideologi masyarakat, sehingga ada sebagian mereka beranggapan, kalau anak muda tidak bergaul dengan lain jenis maka di nilai sebagai orang yang ketinggalan zaman. Inilah salah satu dampak arus era globalisasi komunikasi yang kian canggih. Karena itu, dalam menghadapi kondisi seperti ini manusia dituntut untuk lebih berhati-hati dalam bertindak, agar di kemudian hari tidak ada keluhan penyesalan. Akibat pergaulan bebas, selain penyesalan juga akan menimbulkan penderitaan seumur hidup hingga kematian di usia muda.
Frekuensi tinggi gelombang globalisasi di era industrialisasi yang sudah mengglobal serta arus modernisasi dan sekularisasi sangat berpengaruh besar terhadap pergaulan anak-anak muda, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Kalau kita lacak secara fenominal bahwa pergaulan di masa sekarang, di berbgai tempat-khususnya di perkotaan seakan-akan sudah menjadi bagian kultur yang di akui keberadaannya dan tidak bisa di hindari lagi, bahkan di anggap hal yang biasa-bisa oleh kalangan remaja.
Padahal kalau di lihat di lapangan, pergaulan ini sangat meresahkan masyarakat, bahkan kalau kalangan remaja terus dibiasakan hal semacam ini tanpa ada kesadaran dan pendidikan yang berorientasikan pada moral maka bagaimana dengan bangsa yang akan datang.
Sangat tragis, ternyata pergaulan bebas itu tidak hanya sebatas bergaul melainkan terkadang mendorong untuk melakukan hal yang lebih tidak di sukai oleh agama, seperti, bercumbu rayu, berciuman dan bahkan terjebak dalam perzinahan. Oleh karena itu, tanpa ada sekat-sekat pembatasan antara wanita dan laki-laki yang bukan muhrim maka dampak dan bahayanya seperti itu.
Kalau dalam ajaran Islam, pergaulan bebas itu tidak di perbolehkan, bahkan melihat wanita yang bukan muhrim tanpa ada maksud-maksud yang diperbolehkan jug tidak boleh. Semisal saling melihat dan lainnya. Karena hal itu merupakan awal untuk melangkah pada garis selanjutnya seperti janjian dan sebaginya. Islam membolehkan bergaul dengan wanita yang bukan muhrimnya apabila ada alasan yang tepat menurut syariat, seperti ingin menikahi, karena sebelumnya dianjurkan melihat si wanita itu, cocok tidaknya.
Zaman sekarang, di Barat, hususnya di Eropa, pergaulan bebas sangatlah dominan bahkan kaum homo dan lesbian sudah menjadi bagian kultur mereka. Ini tidak asing lagi di mata mereka, tapi fenomena ini sangat meresahkan masyarakat di sana sebab kasus aborsi makin hari makin meningkat. Ini adalah gambaran dari pengaruh dan bahaya pergaulan bebas.
Secara mendasar ternyata hal semacam ini karena kebebasan di artikan bebas secara mutlak tanpa ada butir-butir aturan yang menjaga jarak antara mereka. Di sadari atau tidak kita harus menjaga jarak dalam pergaulan terutama pergaulan dengan lain jenis.

Mengatas-namakan Cinta, Hancur Segalanya
Manusia dianugerahi rasa cinta oleh Sang Maha Pencipta yang harus disyukuri. Karena cintalah, kita terlahir ke dunia. Cinta kedua orang tua telah menjadi perantara bagi keberadaan kita. Kita juga dibesarkan tidak lepas dari kasih sayang dan cinta dari mereka. Dan sekarang, setelah remaja dan dewasa, kita pun akhirnya harus merasakan yang namanya “jatuh cinta”.
Manusia normal namanya, jika kita jatuh cinta pada lawan jenis. Namun perlu diingat, ada rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar sebelum sertifikat halal kita kantongi. Sertifikat dimaksud bisa didapat melalui gerbang yang dinamakan pernikahan. Kenapa harus menikah? Yang jelas menikah itu bisa membedakan kita dengan hewan. Lihat saja hewan kalau mau berhubungan badan, mereka langsung saja melakukannya. Tetapi manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah SWT, untuk melakukan hubungan intim dengan lawan jenis tidak boleh asal begitu saja tanpa ikatan di antara mereka. Ikatan itu terangkai dalam bingkai pernikahan yang sakral.
Sekarang, mari kita amati gejala maraknya kebiasaan free sex yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita, bahkan parahnya sudah mewabah di kalangan pelajar dan mahasiswa. Tidak hanya di kota-kota besar, namun juga di daerah terpencil. Jika kaum intelektual generasi muda kita telah terkontaminasi dengan apa yang disebut “kebobrokan moral”, maka nasib masa depan bangsa bisa porak poranda. Jika kebiasaan mereka melanggar larangan Tuhannya, lalu apa yang bisa diharapkan dari generasi seperti ini? Bagi kita yang prihatin, apa yang dapat dan harus kita lakukan?
Komunitas anak muda tertentu ada yang menganggap bahwa seks bebas menunjukkan mereka adalah generasi modern. Sebenarnya hal ini bukanlah sesuatu yang modern, tapi lebih tepat jika disebut sebagai kebiasaan kaum jahiliyah. Hidup bebas menghalalkan segala cara, tanpa memiliki tata karma. Kebiasaan ini pernah dilakukan oleh kaum-kaum terdahulu yang dalam sejarah akhirnya ditimpa azab yang pedih ketika mereka masih hidup di dunia akibat murka Tuhan, sebagai timpalan kezaliman yang terus menerus mereka lakukan. Azab mereka tidak ditangguhkan sebagaimana umat manusia yang hidup saat ini
Apa sebenarnya yang terjadi ketika sepasang muda-mudi terjerumus free sex atau seks bebas atau lebih tepat disebut zina? Konon ini adalah kebiasaan tak waras yang diadopsi dari budaya Barat tanpa filter akal sehat. Bagaimana bisa kita meniru mentah-mentah kebiasaan tidak bermoral dari manusia-manusia yang tidak mengenal Tuhannya?
Sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta tanpa kontrol iman yang kokoh akan mudah sekali terjebak dalam jaring-jaring yang dipasang syetan. Mereka akan mencari kesempatan bersepi-sepian, berdua-duaan. Akibat setrum tegangan tinggi yang tidak bisa dikendalikan, maka seperti ada gaya magnetic, gaya tarik-menarik terjadi di sana. Akhirnya kontak fisik tidak bisa dihindari, dan hancurlah kesucian rasa cinta sebagai anugerah Yang Maha Kuasa tadi. Ia mestinya dipelihara dengan baik, tapi harus sirna, layu sebelum berkembang.
Pada tahap awal mereka merasa telah melakukan dosa. Beruntung bila mereka langsung bertobat. Namun bagi yang ketagihan, sebagaimana menghisap candu, mereka melakukannya kapan saja di saat hasrat itu datang. Malang bagi mereka yang pergaulannya jauh dari kontrol orang tua, guru atau saudara, seperti pelajar mahasiswa yang hidup di kos-kosan. Karena bila kegilaan ini melanda mereka, hanya iman di dada yang bisa mencegahnya. Maka muncullah prahara sex in the kost yang mewabah di kampus-kampus tempat generasi penerus pemimpin bangsa menuntut ilmu, nota bene sebagai estapet kepemimpinan masa depan.
Pergaulan bebas seperti ini bisa menghancurkan sendi-sendi moral bangsa karena kebiasaan yang buruk biasanya menular dengan cepat kalau tidak segera ditanggulangi. Jika perilaku seksual manusia sudah tidak bisa dibedakan dengan hewan, apakah pantas jika manusia disebut sebagai khalifah di muka bumi ini?
Di sebuah tabloid pernah penulis baca, ada seorang mahasiswi yang curhat tentang pengalamannya terjerumus pergaulan bebas, seks pra-nikah. Dari ceritanya, jelas ia memiliki rasa penyesalan yang amat dalam. Apalagi setelah laki-laki yang menjadi pasangannya pergi begitu saja. Bukan saja kesuciannya yang hancur, namun hati dan masa depan cintanya pupus. Sekali lagi, ini terjadi karena lepasnya iman di dada sehingga berpacaran tanpa control, tanpa kendali agama, itulah terjadi. Ketika niat berbuat mesum ada, keadaan memungkinkan, ketika itulah syetan datang menjalankan misi-misinya. Jika berhasil ia tinggal berkipas-kipas, tertawa terbahak-bahak merayakan kemenangannya.
Bahaya bagi si wanita, jika ia tidak kuat iman dan lambat bertaubat, setelah berbuat maksiat tersebut, tentunya hal itu akan berulang entah sampai kapan. Jika ia ditinggal pergi, bisa saja ia menjadi gadis penjaja cinta. Beruntung jika ia cepat sadar kembali ke jalan yang benar. Namun, perasaan berdosa dan merasa diri hina biasanya selalu menghantui di setiap langkahnya. Tangis penyesalan tentunya mendera ketika sadar bahwa apa yang dulu ia perbuat merupakan sebuah kesalahan besar.
Antara cinta dan nafsu, jika nafsu yang dominan dan dengan dalih cinta memuaskan hasratnya, bukankah itu mengerikan? Apa lagi jika dalam pergaulan dengan lawan jenis saling mengumbar nafsu hanya untuk having fun, ini benar-benar berbahaya. Kesenangan sesaat, namun akibatnya tidak hanya penderitaan lahir, tapi juga batin. Tidak hanya bahaya di dunia, tapi juga di akhirat. Selain itu, pergaulan bebas juga bisa menularkan penyakit mematikan seperti HIV (AIDS) dan juga penyakit kelamin lainnya.

Gejolak Jiwa Remaja
Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya.
Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di masa depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada kesiapan masyarakat yakni dengan keberadaan budayanya. Termasuk didalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang perilaku-perilaku yang negatif, yang antara lain; minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, sex bebas, dan lain-lain yang dapat menyebabkan terjangkitnya penyakit HIV (AIDS).
Remaja harus diselamatkan dari dampak negative arus globalisasi. Karena globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari segala aspek. Sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan asing yang masuk. Sementara tidak cocok dengan kebudayaan kita. Sebagai contoh kebudayaan free sex itu tidak cocok dengan kebudayaan kita. Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun silam.
Akibatnya, di zaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.
Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat.
Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.
Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan. Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.
Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Celakanya, perilaku seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius. Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an, menjadi dua puluh persen pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9 persen. Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata berusia 17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen diantaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara. Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan. Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak diinginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak menghendaki. Seks pranikah, lanjut Boyke juga bisa meningkatkan resiko kanker mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat.
Sekuat-kuatnya mental seorang remaja untuk tidak tergoda pola hidup seks bebas, kalau terus-menerus mengalami godaan dan dalam kondisi sangat bebas dari kontrol, tentu suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam itu terasa lebih berat lagi bagi remaja yang memang benteng mental dan keagamaannya tidak begitu kuat. Saat ini untuk menekankan jumlah pelaku seks bebas-terutama di kalangan remaja-bukan hanya membentengi diri mereka dengan unsur agama yang kuat, juga dibentengi dengan pendampingan orang tua dan selektivitas dalam memilih teman-teman. Karena ada kecenderungan remaja lebih terbuka kepada teman dekatnya ketimbang dengan orang tua sendiri. Selain itu, sudah saatnya di kalangan remaja diberikan suatu bekal pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, namun bukan pendidikan seks secara vulgar. Pendidikan Kesehatan Reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan sebagainya. Dengan demikian, anak-anak remaja ini bisa terhindar dari percobaan melakukan seks bebas. Dalam keterpurukan dunia remaja saat ini, anehnya banyak orang tua yang cuek saja terhadap perkembangan anak-anaknya.
Kini tak sedikit orang tua dengan alasan sibuk karena termasuk tipe ‘jarum super’ alias jarang di rumah suka pergi, lebih senang menitipkan anaknya di babby sitter. Sudah masuk usia sekolah di sekolahkan di sekolah yang mahal tapi miskin nilai-nilai agama. Acara televisi begitu berjibun dengan tayangan yang bikin ‘gerah’, Video klip lagu-lahu, saat ini makin berani pamer aurat dan adegan-adegan yang bikin deg-degan jantung para lelaki. Belum lagi tayangan film yang bikin otak remaja teracuni dengan pesan sesatnya. Ditambah lagi, maraknya tabloid dan majalah yang memajang gambar sekwilda (sekitar wilayah dada), gambar bupati (buka paha tinggi-tinggi). Konyolnya, pendidikan agama di sekolah-sekolah ternyata tidak menggugah kesadaran remaja untuk kritis dan inovatif.

 

3 responses to “Pergaulan Bebas Identik dengan Modernisme?

  1. IQbal

    18 Januari 2012 at 10:45 pm

    bagus sekali artikelnya…………………………
    terus kembangkan, supaya dibaca oleh anak2 remaja masa kini
    biar lebih prihatin sama nasib mereka yang bergantung sama pergaulan bebas dan trend globalisasi

     
    • salwintt

      19 Januari 2012 at 11:23 pm

      trima kasih…

       

Tinggalkan komentar