RSS

Menyikapi Pengaruh Media Sosial

Menyikapi Pengaruh Media Sosial
Oleh Salwinsah
Kita adalah orang-orang yang gemar mendengar dan membaca berita. Selain berita bola, senang pula membaca berita politik dan selebriti. Lebih-lebih yang senang dibaca adalah berita dari media mainstream tentang artis bercerai dan seputar rumah tangga artis yang rusak. Jarang berita baik yang biasa diperoleh lewat koran atau gadget kita. Semua berita diperoleh seputar itu tadi. Sama halnya juga kalau ada pejabat yang korupsi, jadi kesenangan kita untuk mengikutinya hingga tuntas, hingga pejabat tersebut masuk penjara. Ada beberapa hal dalam menyikapi berita di media.
Pertama, Hati-hati dalam menerima berita dan jangan asal-asalan menyebarkannya.
Apalagi itu aib, beritanya belum 100% benar, bisa jadi juga itu fitnah atau jebakan. Apalagi si pelaku mengaku bahwa ia tidak berbuat hal itu dan kita tahu dia adalah orang shalih yang jujur. Cobalah lihat bagaimana Allah SWT perintahkan kita untuk mengecek berita terlebih dahulu. Jangan mudah menyebarnya, sebelum punya bukti yang kuat. Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat: 6).
Ibnu Katsir Rahimahullah dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim berkata, “Allah Ta’ala memerintahkan untuk melakukan kroscek terhadap berita dari orang fasik. Karena boleh jadi berita yang tersebar adalah berita dusta dan keliru.”
Karena kehormatan seorang muslim benar-benar harus kita jaga. Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan pada khutbah beliau saat musim haji, “Sesungguhnya dara, harta dan kehormatan sesama kalian itu terjaga sebagaimana kemuliaan hari ini, kemuliaan bulan ini dan kemuliaan negeri kalian ini.” (HR. Bukhari, no. 67 dan Muslim, no. 1679)
Kita bisa telaah cara kerja pemburu berita saat ini. Jika ada artis atau pejabat yang terkena kasus, mereka tunggu seharian di depan rumah, berjejer menunggu berita apa yang bisa diliput. Orang yang ingin diberitakan tidak ada di rumah, sudah jadi berita yang WAH. Belum jadi tersangka, sudah diisukan ini dan itu. Padahal dalam kitab suci Al-Qur’an telah diterangkan, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang.” (QS. Al Hujurat: 12).
Sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir, tajassus -seperti kata Imam Al Auza’i- adalah mencari-cari sesuatu. Ada juga istilah tahassus yang maksudnya adalah menguping untuk mencari-cari kejelekan suatu kaum di mana mereka tidak suka untuk didengar, atau menguping di depan pintu-pintu mereka. Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.
Mari kita simak perkataan keras Nabi SAW pada orang yang melakukan tajassus. Dari Ibnu ‘Abbas ha, Nabi SAW bersabda,“Barangsiapa menguping omongan orang lain, sedangkan mereka tidak suka (kalau didengarkan selain mereka) atau mereka berlepas diri dari hal itu, maka pada telinga yang menguping tadi akan dituangkan cairan tembaga pada hari kiamat.” (HR. Bukhari, no. 7042).
Oleh karena itu para jamaah kalau mendengar berita-berita media atau mendapatkan berita gosip lewat pesan singkat, lewat WhatsApp, lewat Facebook atau media sosial lainnya, jangan mudah untuk menshare atau menyebarkannya.
Ingatlah hadits berikut, dari Hafsh bin ‘Ashim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Cukup seseorang dikatakan dusta jika ia menceritakan setiap apa yang ia dengar.” (HR. Muslim, no. 5)
Berarti dapat kita katakan, cukup seseorang dikatakan pendusta jika ia menshare setiap berita (yang tidak jelas) yang ia peroleh.
Kedua, Menuduh esek-esek atau selingkuh itu bahaya.
Coba lihat, mudah sekali media menuduh jika ada pejabat -termasuk yang shalih dan baik- tertangkap tangan, pasti dikaitkan dengan ada wanita dalam penangkapan tersebut, lalu dikatakan “habis esek-esek atau selingkuh”. Padahal yang membuat berita dan opini ini tidak bisa mendatangkan bukti esek-esek atau perselingkuhan tersebut. Dan ingatlah menuduh selingkuh seperti itu berat, berat hukumannya di dunia dan berat siksanya di akhirat. Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 4)
Yang menuduh tanpa bukti dihukum qazaf dengan 80 kali cambukan. Apalagi dengan media yang senang berita dusta itu tersebar, dikatakan juga pada ayat selanjutnya pada surat An-Nur, “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nuur: 19)
Ketiga, Jangan sampai menghina dan mencela
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” (Madarijus Salikin, 1: 176) Bagaimana jika kriminal yang dituduhkan tidak benar, hanya fitnah atau hanyalah jebakan?
Keempat, Doakan kebaikan bagi yang terfitnah.
Doakanlah dia! Apalagi itu adalah orang yang lahiriyahnya adalah orang shalih dan suka menebar kebaikan di mana pun, bahkan punya beberapa pesantren yang menyebar Islam yang benar. Ingat sabda Nabi SAW yang pernah disampaikan pada Abu Darda’ dan sampai juga pada Ummu Darda’, “Do’a seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisinya ada malaikat (yang bertugas mengaminkan do’anya kepada saudarany). Ketika dia berdo’a kebaikan kepada saudaranya, malaikat tersebut berkata : Amin, engkau akan mendapatkan yang semisal dengannya.” (HR. Muslim, no. 2733)
Kelima, Belum tentu kita lebih baik darinya.
Jangan sampai kita sendiri merasa lebih baik dari orang yang punya kasus, hingga gampang-gampangan untuk menghina dan merendahkan. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.” (QS. Al-Hujurat: 11).

 

Komentar ditutup.