RSS

Guru, Bagai Lentera di Malam Hari

Guru, Bagai Lentera di   Malam Hari 

By: Salwinsah, S.Ag

WILAYAH  Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat luas. Jumlah penduduk usia sekolah yang besar, angka pengangguran tinggi, kondisi geografis bervariasi, sedikitnya lapangan kerja, tingkat kemiskinan yang pantastis dan terakhir kesenjangan penghasilan guru negeri dan swasta yang tidak seimbang, semua menambah panjang permasalahan terkait dengan sektor pendidikan.

Gaung sekolah gratis sudah sampai kemana-mana, walau keabsahannya diragukan. Upaya peningkatan mutu sekolah dan pendidikan selalu dikumandangkan, dari Sekolah Berstandar Nasional sampai Sekolah Berstandar Internasional. Amanah berat tertumpu di pundak guru, sebagai pelaku perombakan kecerdasan, pembaharu kebejatan moral dan etika, yang akhirnya menuntut mampu menghantarkan bangsa ke pintu gerbang kejayaan.

Hingar-bingar pra-pemilu (pilkada), yang ditandai dengan mengiang-ngiangnya suara para kandidat dari berbagai partai, mulai si gae’ (Partai Golkar)  sampai partai yang masih ingusan (Partai Gerindra) terus membujuk dan merayu hati rakyat, sampai darah penghabisan mencari akal. Semua ingin menang. Mengumbar-umbar visi, misi dan janji, harus dilakukan. Toh, nanti akhirnya pasti ada yang kalah dan menang. Siapa? Entahlah. Itu dunia politik. Guru tetap berkutak-kutak di depan kelas menjelaskan materi pembelajaran. Walau kadang-kadang di warung kopi, guru ikut debat politik ala tokoh-tokoh  ternama. Ya, itu hanya sekedar politik pinggiran, daripada mulutnya diam. Karena mustahil bisa menjadi guru yang baik sementara dia punya sifat pendiam. Dimanapun harus bicara, bicara dan bicara, tak  tertinggal masalah politik.

Pun ketika sebagaian kalangan sibuk mempermasalahkan anggaran pendidikan dua puluh persen, pengangkatan guru honda (honor daerah) dan guru bantu menjadi PNS, kenaikan kesejahteraan guru dan carut-marut rupa pendidikan kita. Itu semua urusan Departemen Pendidikan Nasional dan pemerintah. Guru tetaplah guru. Mengabdi dan mengajar untuk memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat  bagi  anak  didiknya.

Orang tidak pernah tahu dan tidak ingin tahu keluh kesah guru, harapan mereka, apa yang sedang dialami mereka. Orang hanya tahu guru itu mengajar, pun tanpa peduli kalau mereka punya dedikasi tinggi untuk memajukan negeri.

Guru tetap berdiri di depan kelas , apakah ruang itu ber-AC, sejuk dan nyaman atau di ruang belajar yang atapnya bocor diintip sinar  terik  matahari di siang bolong atau terpercik air tat kala hujan turun, di gedung yang hampir ambruk atau bangunan sekolah yang bertengger di lahan persengketaan. Persetan semua itu, guru tetap mengajar.

Tidak memperdulikan full atau minimnya fasilitas sarana dan prasarana, mengajar dan mendidik adalah nomor satu. Mengajar dan mendidik adalah jiwa mereka. Seperti halnya roh yang tidak akan terlepas dari raga. Merekalah insan-insan yang mampu menepis anggapan bahwa uang dan material adalah bukan segala-galanya. Guru telah membuktikan bahwa pengabdian adalah yang paling utama.

Bila ditelaah lebih lanjut pengabdian guru tidaklah terbatas sebagai profesi seseorang sebagai guru. Pada hakekatnya semua orang bisa menjadi guru. Guru dalam artian mengajar dan mendidik dirinya sendiri dan sekelilingnya. Sederhana saja, seperti orangtua yang menjadi guru bagi putra-putrinya, kakak menjadi guru bagi adik-adiknya, pemimpin menjadi guru bagi bawahannya dan yang hakiki adalah kita sebagai individu menjadi guru bagi diri sendiri dalam segala proses pengambilan keputusan manakala kita menjalani kehidupan. Kita tidak harus menjadi guru yang berdiri di depan kelas dengan audiens tertentu, tetapi cukup menjadi guru diri sendiri.

Berangkat dari sini maka hakekatnya semua orang bisa menjadi guru. Guru yang digugu, dipatuhi dan ditiru, dicontoh. Otomatis proses mendidik dan mengajar pun  bisa dilakukan semua orang, kapan dan dimanapun.

Terasa indah kehidupan ini jika kita semua menjadi guru. Berusaha untuk menjadi suri tauladan yang baik bagi orang sekitarnya, menjaga tutur kata yang santun, prilaku terpuji dan kesederhanaan di tengah gelombang hiruk-pikuk dan tajamnya perputaran roda kehidupan. Menjadi pohon rindang, meneneduhkan siapapun bernaung di bawahnya, menjadi kapal penyelamat bagi orang-orang yang terhampar di lautan, menjadi air pereda dahaga bagi yang kehausan, bagai lilin yang bersinar  biar  binasa asal orang  bisa menikmati kegelapan.

 Ombak krisis multi dimensi, moral dan pendidikan di negeri ini terus melanda. Tentulah keteladanan figure seorang guru sangat dibutuhkan. Guru takkan pernah mengeluh dan berputus asa. Karena guru adalah guru, yang tak pernah lelah mengajar dan menidik sepanjang zaman tanpa peduli dunia ini seperti apa. Itulah naluri suci sebagai guru sejati.

Semakin banyak guru di negeri ini, semakain beninglah potret pendidikan kita karena suri tauladan yang bisa diikuti kian meningkat, tentu motivasi Indonesia untuk bangkit dari multi kegagalan dan ketertinggalan semakin mencuat.

Aku guru, engkau guru, semua kita guru, bagai lentera penerang di  kegelapan malam.

SEMOGA…!

******

 

Tinggalkan komentar